Intime – Tiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) terhadap kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2022 jalani sidang perdana hari ini.
Ketiga hakim itu adalah Hakim Ketua Djuyamto bersama dengan para hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.
“Agenda pembacaan surat dakwaan,” tutur Jubir II PN Jakarta Pusat Sunoto dalam keterangan di Jakarta, Kamis (21/8).
Perkara Djuyamto teregister dengan nomor 71/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst, perkara Agam dengan nomor 72/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst, dan perkara Ali dengan Nomor 73/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst.
Jaksa penuntut umum (JPU) akan membacakan surat dakwaan untuk Djuyamto dkk atas dugaan suap vonis lepas perkara migor tersebut.
Kasus ketiga hakim tersebut berkaitan dengan perkara mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan yang telah disidangkan secara perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8).
Dalam dakwaan kasus Arif dan Wahyu, disebutkan bahwa total uang yang diterima keduanya dan para hakim sebesar 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 40 miliar.
Uang tersebut diduga diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Secara perinci, uang suap yang diterima Arif, Wahyu, serta ketiga hakim lainnya diterima sebanyak dua kali. Penerimaan pertama berupa uang tunai 500 ribu dolar AS atau senilai Rp 8 miliar, yang diterima Arif sebesar Rp 3,3 miliar; Wahyu Rp800 juta; Djuyamto Rp 1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp 1,1 miliar.
Kemudian penerimaan kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS atau senilai Rp32 miliar, yang dibagi kepada Arif sebesar Rp 12,4 miliar; Wahyu Rp 1,6 miliar; Djuyamto Rp 7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp 5,1 miliar.
Saat penetapan tersangka, ketiga hakim dikenakan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.