Masa Lalu Isu Lagu yang Belum Lekang oleh Waktu

Membicarakan isu lagu masa lalu maka Flashback pada era 90an, tepatnya tahun 1997 lalu lagu berjudul bumi meringis dirilis oleh band GIGI masuk dalam album keempat berjudul 2×2 produksi CeePee Production. Lagu tersebut dicipta sebagai wujud protes kepada siapa saja yang membuat hutan di wilayah Kalimantan dan Sumatera terbakar. Asap yang kemudian diekspor ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia jelas merugikan orang lain yang sudah melibatkan hubungan antar negara. Ironisnya, 26 tahun setelah itu tepatnya tahun 2023 lalu, lagu tersebut nampak masih segar dan aktual bagi keadaan di Indonesia. Ya, rentang panjang hampir 3 dekade harusnya sudah terjadi perubahan menuju lebih baik. Tapi nampaknya harapan tinggal harapan, tahun 2023 lalu ternyata masih kembali terulang bencana asap kebakaran hutan di wilayah yang menjadi salah satu paru-paru dunia.

 

 

WWF pernah merilis berita pada 2015 lalu bahwa hutan sumatera dan kalimantan termasuk dalam wilayah dunia yang berkontribusi terhadap lebih dari 80% deforestasi (penggundulan) secara global hingga tahun 2030 dengan laju yang cukup tinggi. Direktur WWF internasional saat itu, Roodney Taylor menyebut pembukaan lahan pertanian, perkebunan, penambangan, illegal logging hingga kolonialisasi menjadi penyebabnya. Terlebih, 13% kawasan lindung dan konservasi yang ikut terdeforestasi disebabkan oleh minimnya pengawasan.  WWF Living Forest Report juga menyebutkan bahwa lebih dari 170 juta hektar hutan diperkirakan akan hilang sepanjang 2010-2030 jika laju deforestasi tidak dihentikan.

 

 

Kembali lagi ke lagu lama GIGI-Bumi Meringis. Bagi generasi “11 Januari atau My Facebook” lagu tersebut mungkin terdengar asing, namun akhir-akhir ini sering masuk setlist panggung berbarengan dengan issue #generasi90an yang sedang Hype. Bumi meringis harusnya sudah berganti dengan issue lain dan tidak melulu menjadi medium seorang Armand menyampaikan orasinya di awal lagu sebagai ekspresi kekecewaan pihak musisi. Armand sebenarnya tidak sendiri, masih banyak musisi yang HARUS mengulang lagu usangnya diusung kembali ke panggung karena banyak faktor. Kita yang ketinggalan jaman atau lagu itu yang tak lekang oleh waktu. Salah satunya, ketika kata “subsidi” masih asing bagi kita karena harga BBM belum naik. Jauh sebelum itu, Musisi senior Iwan Fals dengan lagu galang rambu anarki sudah menyinggung “orang pintar menarik subsidi dan mungkin bayi kurang gizi”. For Your Informartion, lagu galang rambu anarki rilis tahun 1982 dalam album opini produksi Musica Studios. Masih dalam album yang sama, ternyata bang Iwan juga menuliskan lagu tentang hutan berjudul “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi”. Selain rambu anarki, nampaknya kegiatan tidur waktu sidang soal rakyat juga telah dipotret dan dikemas bang Iwan menjadi lagu dan hingga saat ini masih sering menjadi backsound saat meroasting para wakil rakyat. Surat buat wakil rakyat rilis pada tahun 1987 dalam judul album wakil rakyat produksi Musica Studios. Lagu tersebut sempat dicekal dan tidak boleh tayang di TV karena dianggap mengganggu stabilitas politik.

 

 

Sebenarnya banyak lagu Indonesia yang mengusung tema tentang keadaan sekitar, jaman, teknologi maupun pola interaksi. Lirik “kuterima suratmu tlah kubaca dan aku mengerti” milik Dewa 19 mungkin sudah tidak berlaku lagi di jaman saat Rangga dan Cinta sudah mengenal LINE menjadi bridging sekuel AADC, pun lagu rap milik sweet martabak tentang pager berjudul tididit, mungkin banyak yang tidak tahu wujud pager itu seperti apa. Di luar sana, banyak lagu kritik sosial yang akhirnya menjadi lagu greatest hits, seperti Redemption song milik Bob Marley yang terinspirasi Marcus Garvey, pejuang pembebasan Afrika, Sunday Bloody Sunday milik U2 tentang peristiwa penyerangan militer Inggris terhadap pawai damai kelompok hak sipil tahun 1972. Imagine milik John Lennon tahun 1971.  Lagu yang terinspirasi kumpulan puisi milik Yoko ono tahun 1964, mewakili keinginan sang penyanyi tentang masa depan dan dianggap utopis. “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one”, ucapnya.

 

 

Lagu menjadi satu karya yang tidak habis sekali putar, ia akan terus dicerna dan dikemas dalam berbagai rupa dan warna, lagu menjadi bagian dari objek semiotika yang terus dimakna secara kaya. Ode buat kota milik band indiepop Bangkutaman yang rilis tahun 2012, hampir menggunakan judul Ode buat Jakarta karena inspirasi kuat lagu tersebut memang dari hiruk-pikuk ibukota. Namun akhirnya diganti “kota” karena setiap wilayah dipastikan mempunyai permasalahan sendiri yang bisa dinyanyikan. Pun dengan “Di Udara” milik Efek Rumah Kaca, ia akan terus menjadi soundtrack bagi orang-orang yang “dimatikan” selama kasus tersebut belum menemukan titik terang. Ebiet G Ade secara terang-terangan menolak lagunya menjadi soundtrack saat bencana datang, namun nyatanya lagu Berita Kepada Kawan selalu terdengar saat bencana melanda. Mantan vokalis Boomerang, Roy Jeconiah pernah berujar alasannya membentuk Boomerang seperti filosofi senjata asal australia tersebut. Yaitu dilempar ke pasar untuk bisa kembali dikenang. Maka sejatinya, lagu akan mempunyai masa sendiri, ia akan perlahan pudar dengan tenang menjadi kenangan ketika sudah menemukan jawaban. Bumi meringis milik GIGI dan lagu lain yang sejenis sepertinya masih gentayangan mengudara karena sampai sekarang belum selesai masalah yang diangkat dari berapa tahun ke belakang. Coba kita tanya pada rumput yang bergoyang.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini