Jogja Corruption Watch (JCW) mendukung Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi investasi emas. Diharapkan penetapan tersangka tidak berhenti hanya pada Direktur Utama (Dirut) PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi (NAA).
“Terasa janggal jika Kejati DIY hanya berhenti pada tersangka NAA saja, tidak menelusuri adanya keterlibatan pihak lain,” ujar Kepala Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba, dalam keterangannya, Rabu (29/5).
Ia menyampaikan, pelaku korupsi biasanya tidak tunggal. Apalagi, kerugian negara yang timbul tergolong besar.
Lebih jauh, Baharuddin menilai, kasus ini seperti judi togel karena NAA berharap uang kembali, tetapi justru buntung. Uang perusahaan Rp18,7 miliar yang diinvestasikannya, berasal dari penyertaan modal APBD DIY dan tanpa persetujuan RPUS, pun akhirnya lenyap begitu saja.
“Ini dibuktikan dengan tersangka NAA menarik keuntungan sebesar Rp8 miliar. Dari Rp8 miliar itu, Rp1 miliarnya diserahkan ke PT Taru Martani, sementara Rp7 miliarnya digunakan tersangka NAA untuk melakukan investasi derivatif,” bebernya.
“Aneh bin ajaib, uang Rp18,7 miliar tetapi cuma sisa Rp8 juta. Ke mana sisa yang lainnya? Apakah ini bukannya semacam permainan judi?” imbuh Baharuddin.
Kendati begitu, Kejati DIY diminta mendalami apakah tersangka hanya melakukan investasi berjangka dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku pialang saja atau juga ke perusahaan lain. Ini penting dilakukan guna memperkuat pasal yang disangkakan kepada NAA.
“Dana itu yang perlu ditelusuri dengan dapat melibatkan PPATK karena penting apakah uang sebanyak itu hanya digunakan tersangka NAA sendiri atau menguntungkan orang lain sebagai unsur delik turut serta melakukan atau menyuruh melakukan,” jelasnya.
Di sisi lain, Baharuddin menyoroti keberadaan Dewan Pengawas PT Taru Martani, BUMD DIY yang memproduksi cerutu. Pangkalnya, ragu jika uang Rp18,7 M hanya dimanfaatkan NAA tanpa diketahui para komisaris.
“Perkara yang menjerat tersangka NAA harus segera dituntaskan dengan tidak hanya berhenti pada tersangka NAA saja, tetapi keterlibatan pihak lain harus ditelusuri. Perkara yang menjerat Direktur PT Taru Martani seharusnya menjadi momentum untuk bersih-bersih agar tidak menjadi beban bagi Direktur PT Taru Martani yang baru,” tuturnya.