Pasal 14 ayat (1) huruf o Rancangan Undang-Undang Polri tentang penyadapan dinilai menimbulkan sejumlah isu terkait hak asasi, kebebasan berekspresi, dan prinsip demokrasi.
“Kewenangan ini sangat sensitif, tentunya akan menimbulkan sejumlah isu krusial terkait hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi,” kata peneliti senior Human Studies Institute (HSI), Syurya M. Nur, dalam keterangannya pada Jumat (12/7).
“Seharusnya 26 tahun pascareformasi ’98, semangat transformasi Polri semakin mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi,” sambungnya.
Syurya melanjutkan, kewenangan penyadapan bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak privasi individu. Apalagi, jika tanpa pengawasan yang memadai dan tanpa batasan yang jelas, maka bisa menimbulkan efek mengerikan (chilling effect) terhadap kebebasan berekspresi.
“Warga negara mungkin akan merasa takut untuk menyuarakan pendapat mereka atau berkomunikasi secara bebas karena khawatir disadap,” jelasnya.
Menurutnya, kewenangan penyadapan yang tidak diatur dengan ketat juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Dengan begitu, prinsip-prinsip demokrasi ternodai.
“Jelas ini berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap hak-hak individu,” terangnya.
Selain itu, bagi pakar komunikasi dan politik Universitas Esa Unggul Indonesia ini, draf RUU Polri tentang penyadapan pun bertentangan dengan prinsip hak atas rasa aman.
“Pasal 28G UUD 1945 menjamin hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman terhadap hak pribadi. UU 39/1999 tentang HAM juga sudah jelas mengatur hak privasi dan perlindungan terhadap intervensi yang tidak sah dalam kehidupan pribadi,” paparnya.
Syurya menegaskan, kewenangan penyadapan oleh Polri ini harus sinkron dengan UU lainnya. Utamanya terkait prosedur dan koordinasi dengan lembaga lainnya.
“Ada kemungkinan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UU lain yang mengatur penyadapan, misalnya UU Nomor 19/2016 tentang ITE atau UU Nomor 17/2011 tentang Intelijen Negara. Sehingga, perlu dikaji ulang dan ada sinkronisasi dengan UU lainnya agar kuat masalah pengawasan dan prosedur penyadapan yang ketat untuk melindungi hak-hak individu,” urainya.