Dalam beberapa tahun terakhir, netizen kembali dihebohkan dengan fenomena kontroversial yang dikenal dengan sebutan “Sound Horeg”. Bagi sebagian orang, Sound Horeg merupakan fenomena musik yang menggugah semangat dan mempesona. Namun, sebagian lainnya, Sound Horeg adalah serangkaian suara yang tak masuk akal menimbulkan rasa sakit di telinga. Bagaimana tidak, suara dentuman-dentuman yang berulang kali diulang dengan volume yang sangat tinggi tak bisa disebut sebagai musik yang indah. Dari namanya saja bahwa fenomena ini pasti tidak akan cocok untuk dihadirkan di pesta keluarga atau acara semacamnya.
Kejadian di Pati Jawa Tengah pada 11 Agustus 2024 lalu, seorang ibu memprotes suara keras sound horeg namun justru hampir menjadi korban pengeroyokan. Kronologi kejadian bermula ketika Ibu Sukati melayangkan protes karena merasa terganggu dengan suara yang dihasilkan sound horeg pada acara karnaval di Jalan Pati-Tayu Km 19 Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso, Pati Jawa Tengah. Ibu Sukati lantas mengambil selang untuk disiramkan ke mobil yang membawa sound horeg, namun sejurus kemudian panitia karnaval beramai-ramai mendatanginya hingga masuk ke rumah, sempat terjadi adu mulut hingga akhirnya dilakukan mediasi di kedua belah pihak.
Definisi dan Awal Mula Sound Horeg
Tidak ada yang tahu pasti asal mula tentang Sound Horeg. Apakah itu musik baru yang dikreasi atau kegilaan seseorang yang haus perhatian. Sebagaimana dikutip dari Tirto.id bahwa Berdasarkan susunan frasa, Sound Horeg terdiri dari dua kata, yakni sound dan horeg. Menurut Dictionary.com, pengertian sound adalah sensasi yang dihasilkan oleh rangsangan organ pendengaran melalui getaran yang dihantarkan lewat udara atau media lain. Sound juga bisa bermakna suara, ucapan vokal, nada musik, atau semacamnya. Sementara menurut Kamus Bahasa Jawa-Indonesia Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang diakses secara online, horeg memiliki pengertian bergerak atau bergetar. Di sejumlah wilayah Indonesia, sound horeg seolah sudah menjadi tradisi, dipakai dalam berbagai acara, termasuk karnaval maupun konser. Istilah lainnya adalah battle sound. Sound horeg mencakup rangkaian sound system dalam skala besar. Selain diletakkan di sekitar panggung, sound horeg juga bisa ditempatkan di atas mobil atau truk besar hingga dapat dipakai keliling karnaval. Suara yang dihasilkan sangat keras. Akibatnya, kondisi sekeliling termasuk bangunan atau orang bisa jadi horeg alias bergetar. Bahkan rusak dan kemungkinan terburuk adalah ambrol.
Di sisi lain, Horeg juga bisa diartikan sebagai singkatan dari “horor dangdut”. Aliran musik ini didasarkan pada perpaduan antara musik dangdut dengan tema dan estetika horor. Tidak sedikit yang menganggap ini sebagai bentuk eksperimen yang segar dan kreatif. Namun, bagi sebagian orang, musik horeg ini hanya menyebabkan kebingungan dan ketidakjelasan. Salah satu contoh musik horeg yang kontroversial adalah lagu berjudul “Anak Kuntilanak Cinta Dangdut”. Dalam lagu ini, lirik yang penuh dengan unsur horor dikombinasikan dengan irama dangdut yang khas. Bagi penggemar horeg, lagu ini dianggap sebagai karya seni yang inovatif dan berani. Namun, bagi penikmat musik tradisional, musik horeg semacam ini dapat dianggap merusak keaslian dan kualitas musik dangdut itu sendiri. Selain itu, musik horeg juga menuai kontroversi karena kontennya yang sering kali provokatif dan vulgar. Lirik-lirik yang penuh dengan kata-kata cabul dan gaya tampilan yang eksentrik membuat banyak pihak menganggap musik horeg sebagai bentuk degradasi nilai-nilai budaya.
Awal kemunculan sound horeg menjadi tren di masyarakat, bermula dari takbir keliling dengan menggunakan truk. Lambat laun sound horeg berkembang dan bertransformasi menjadi hiburan live DJ hingga karnaval. Puncaknya, sound system raksasa dengan suara menggelegar ini mulai menggeliat semenjak sebelum pandemi Covid-19, tepatnya pada tahun 2019. Kendati sempat vakum selama dua tahun karena pandemi Covid-19, kini sound horeg kembali mencuat ke permukaan. Khas dengan dancer dan DJ, sound horeg ini cukup menyita perhatian banyak orang untuk datang menyaksikan. Imbasnya, para pemilik sound horeg seolah tak pernah kehabisan job. Dalam momentum apa pun, sound horeg hampir tak pernah absen untuk meramaikan jalannya acara. Mulai dari karnaval, bersih desa, hajatan, hingga acara yayasan. Hal ini sudah semacam menjadi hiburan wajib bagi masyarakat.
Kasus Sound Horeg
Pada April 2024, Polres Demak pernah menangkap sembilan orang yang terlibat dalam perusakan jembatan. Tujuannya agar truk pengangkut sound horeg dapat melintas. Salah satu yang ditangkap adalah Kepala Desa Babatan, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Demak.Tindakan perusakan jembatan menggunakan martil besar itu menjadi viral di media sosial. Aparat juga turut mengamankan empat truk dan dua mobil pick up yang mengangkut perlengkapan sound system.
Fenomena Sound Horeg ini juga memunculkan pertanyaan tentang batasan dalam seni musik. Bagaimana kita menentukan apa yang termasuk sebagai musik yang baik dan apa yang tidak. Apakah Sound Horeg sebagai bentuk ekspresi seni yang harus dihargai atau justru merupakan bentuk pelecehan terhadap indera pendengaran. Tidak ada jawaban pasti untuk pertanyaan-pertanyaan ini, karena pada akhirnya, apresiasi terhadap musik sangatlah subjektif. Menjadi hal pasti bahwa fenomena Sound Horeg mendapat perhatian yang signifikan, baik dari penggemar maupun pihak yang mempertanyakan nilai artistiknya.
Satu hal yang pasti, musik horeg memang menimbulkan perdebatan panjang tentang apakah sebuah kesenian yang sesungguhnya atau hanya sekedar horeg-roni belaka. Bagi beberapa orang, mungkin hanyalah hiburan yang murah dan dangkal. Namun, bagi yang lain, hal ini bisa menjadi semacam sarana untuk meluapkan kegelisahan mereka tentang dunia sosial yang semakin aneh dan kacau. Ternyata, musik horeg tidak hanya menggoyang tubuh, tetapi juga menggoyang pikiran kita tentang apa itu seni.