Eks Gubernur Jakarta Beberkan Kecurangan di Pilgub Sumut demi Menangkan Menantu Jokowi

PDI Perjuangan (PDIP) membeberkan sejumlah kecurangan di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara demi memenangkan menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution.

“Berbagai macam cara dilakukan untuk bisa memenangkan Bobby Nasution melalui kecurangan-kecurangan yang menggunakan partai coklat (parcok), bansos, PJ kepada daerah-daerah dan desa,” kata Ketua DPP PDIP Djarot Saeful Hidayat di Jakarta, Jumat (29/11).

Eks Gubernur DKI Jakarta ini merinci intimidasi parcok kepada pemerintah desa di Sumut untuk dijadikan sebagai tim sukses dalam pemungutan suara. Bahkan ada oknum di polsek untuk mengamankan suara Bobby. Tapi Djarot mendapati mereka yang mengetahui hal itu berupaya dibungkam.

“Saya bertemu dengan beberapa teman di sana termasuk orang-orang desa yang diintimasi oleh parcok, saya bilang sebaiknya bicara apa adanya dan mau bersaksi tapi dia takut, kenapa? Karena akan dicari-cari dan sudah dicari-cari salahnya terutama di dalam pemerintahan dan anggaran desa,” ujarnya.

“Semua ini suruh mereka hingga mereka merasa ketakutan. Inilah bentuk intimidasi secara nyata dan dia mengatakan pada saya mohon maaf Pak Djarot saya tidak berani,” sambung Djarot.

Meski demikian, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut tim PDIP di Sumut telah menghimpun barang bukti. Nantinya barang bukti ini akan diadukan lewat Bawaslu.

“Teman-teman di Sumatera Utara sudah mengumpulkan bukti-bukti baik itu beberapa bentuk video rekaman kemudian surat menyurat rencananya semua dan melaporkan kepada Bawaslu,” ungkapnya.

Ia berharap laporan itu dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur. Meski Djarot menduga adanya oknum penyelenggara pemilu yang “masuk angin”.

“Persoalannya ternyata penyelenggara pemilu ada oknum yang masuk angin. Jadi laporan diabaikan,” imbuhnya.

Atas temuan itu, Djarot mengingatkan menang dan kalah dalam demokrasi adalah hal wajar. Tapi ia mempersoalkan cara yang ditempuh Bobby dalam meraih kemenangan itu tergolong tidak wajar.

“Persoalannya adalah di dalam memenangkan proses demokrasi apakah calon tertentu itu juga menempatkan etika dan moral,” pungkasnya

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini