Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
Tren Media Sosial yang Mengkhawatirkan
Dalam beberapa waktu terakhir, tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial dan menjadi tren yang mencerminkan keresahan anak muda, khususnya generasi Z.
Pada 14 Februari 2025, terdapat lebih dari 62 ribu unggahan yang membahas tren ini di media sosial.
Angka ini mencerminkan peningkatan signifikan dalam waktu singkat, mengindikasikan bahwa semakin banyak generasi muda yang menyuarakan keresahan mereka melalui tagar tersebut.
Fenomena ini bukan sekadar tren iseng atau guyonan belaka, tetapi lebih dalam dari itu—ia adalah ekspresi dari ketidakpuasan, kelelahan, dan kehilangan harapan terhadap masa depan di Indonesia.
Tagar ini menunjukkan betapa semakin banyak anak muda yang mempertimbangkan untuk meninggalkan negeri sendiri dan mencari peluang di luar negeri.
Keinginan ini bukan semata-mata didorong oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh ketidakpercayaan terhadap sistem pemerintahan, kurangnya transparansi, hingga merosotnya kepercayaan terhadap kepemimpinan negara.
Fenomena ini menjadi ironi besar bagi visi Indonesia Emas 2045, yang justru membutuhkan peran aktif generasi muda dalam membangun negeri.
Generasi Z dan Hilangnya Kepercayaan terhadap Pemerintah
Generasi Z adalah kelompok yang tumbuh di era digital, memiliki akses luas terhadap informasi, dan lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Mereka tidak mudah termakan propaganda dan lebih cenderung mencari kebenaran melalui data serta fakta.
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kebijakan pemerintah justru semakin menjauhkan mereka dari rasa percaya terhadap negara.
Korupsi yang terus merajalela, ketidakjelasan kebijakan ekonomi, kurangnya ruang bagi kebebasan berekspresi, serta tindakan represif terhadap kritik, semuanya menambah daftar panjang alasan mengapa anak muda merasa lebih baik mencari kehidupan di luar negeri.
Mereka melihat ketidakadilan yang terus terjadi dan merasa bahwa suara mereka tidak didengar.
Bahkan, ketika mereka mencoba menyampaikan aspirasi, respons yang diterima justru sering kali berupa pembungkaman atau ancaman.
Realitas Indonesia yang Mendorong Keinginan untuk Pergi
Alasan di balik keinginan untuk “kabur” bukan sekadar soal ekonomi.
Banyak anak muda merasa bahwa kesempatan untuk berkembang di dalam negeri semakin sempit.
Upah rendah, biaya hidup yang semakin tinggi, persaingan kerja yang ketat, serta sistem meritokrasi yang lemah membuat mereka pesimis terhadap masa depan mereka sendiri.
Di sisi lain, banyak negara yang justru membuka pintu lebar-lebar bagi tenaga kerja muda dan terampil.
Beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Kanada, hingga Australia menawarkan berbagai program imigrasi yang menarik, dengan gaji yang lebih layak, jaminan sosial yang kuat, dan lingkungan kerja yang lebih profesional.
Ketika perbandingan ini begitu mencolok, tidak mengherankan jika banyak anak muda berpikir bahwa pergi adalah pilihan yang lebih masuk akal daripada bertahan dalam ketidakpastian.
Dampak Buruk bagi Masa Depan Indonesia
Tren #KaburAjaDulu adalah alarm keras bagi masa depan Indonesia. Jika tren ini semakin meluas, kita akan menghadapi ancaman brain drain, yaitu kondisi di mana talenta-talenta terbaik bangsa lebih memilih berkarier di luar negeri ketimbang membangun negeri sendiri.
Hal ini tentu akan sangat berdampak buruk terhadap visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan Indonesia menjadi negara maju.
Negara-negara maju telah membuktikan bahwa sumber daya manusia adalah aset paling berharga.
Jepang, Jerman, dan Korea Selatan, misalnya, berkembang pesat karena mereka berhasil menciptakan lingkungan yang mendukung anak muda untuk berkontribusi.
Sebaliknya, jika Indonesia terus kehilangan generasi mudanya yang berbakat, maka akan semakin sulit bagi negara ini untuk mencapai target menjadi kekuatan ekonomi global di masa depan.
Apa yang Harus Dilakukan?
Tagar #KaburAjaDulu bukanlah sekadar tren yang bisa diabaikan. Pemerintah seharusnya menjadikan ini sebagai momentum refleksi atas berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada generasi muda.
Jika pemerintah serius ingin menjaga anak muda tetap berkontribusi di tanah air, maka harus ada langkah nyata untuk memperbaiki situasi.
Pertama, pemerintah perlu membangun kembali kepercayaan publik dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan.
Korupsi harus benar-benar diberantas tanpa pandang bulu, dan meritokrasi harus ditegakkan agar anak muda merasa memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang.
Kedua, kondisi ekonomi harus diperbaiki dengan menciptakan lapangan kerja yang layak dan menjamin kesejahteraan tenaga kerja.
Upah yang sesuai dengan standar hidup, perlindungan tenaga kerja yang lebih baik, serta akses yang lebih luas ke modal usaha bagi anak muda adalah langkah-langkah yang bisa membuat mereka kembali percaya bahwa bertahan di Indonesia adalah pilihan terbaik.
Ketiga, kebebasan berekspresi harus dijamin. Anak muda ingin memiliki ruang untuk menyampaikan kritik tanpa takut ditindas atau dikriminalisasi.
Demokrasi yang sehat adalah kunci untuk menjaga kepercayaan generasi muda terhadap negara mereka sendiri.
Catatan Pinggiran
Tren #KaburAjaDulu bukan hanya sebuah lelucon di media sosial, melainkan refleksi dari kekecewaan dan hilangnya harapan generasi muda terhadap negara.
Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi akar permasalahan yang melahirkan tren ini, maka visi Indonesia Emas 2045 bisa menjadi sekadar angan-angan tanpa realisasi.
Anak muda adalah masa depan bangsa, tetapi jika mereka merasa bahwa negeri ini tidak memberikan mereka masa depan, maka siapa yang akan bertahan untuk membangun Indonesia?
Inilah saatnya bagi pemerintah untuk berhenti menutup mata dan benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir elit.
Jika tidak, maka generasi emas yang seharusnya menjadi pilar kemajuan bangsa justru akan menjadi generasi yang lebih memilih pergi dan berkontribusi bagi negara lain.