Dunia musik Tanah Air sedang berduka. Salah satu gitaris paling berpengaruh dalam skena musik Indonesia, Ricky Siahaan, berpulang dalam usia 48 tahun saat menjalani tur bersama bandnya, Seringai, di Jepang. Ricky meninggal dunia pada Sabtu malam, 19 April 2025, akibat serangan jantung mendadak sesaat setelah tampil energik dalam konser terakhir rangkaian “Seringai Wolves of Asia Tour” di ajang Gekiko Fest, Tokyo, Jepang.
Peristiwa kepergiannya yang mengejutkan tak hanya mengguncang hati para penggemarnya di Tanah Air, namun juga menjadi duka mendalam bagi skena musik metal dan rock Indonesia yang telah kehilangan salah satu talenta terbaiknya.
Lahir di Tanjung Pandan, Belitung, pada 5 Mei 1976, Ricky Siahaan sudah memiliki ketertarikan besar terhadap musik sejak usia muda. Ia pertama kali terjun ke dunia musik pada pertengahan tahun 1990-an dengan membentuk band Chapter 69, yang mengawali petualangannya di dunia musik bawah tanah.
Berbekal bakat, dedikasi, serta idealisme yang kuat, Ricky kemudian melangkahkan kakinya ke skena hardcore dengan menjadi bagian dari Buried Alive, sebuah band yang cukup disegani di kalangan komunitas underground Jakarta pada masanya. Namun namanya mulai dikenal lebih luas setelah ia bergabung dengan Stepforward, salah satu band hardcore Jakarta yang secara signifikan memengaruhi perkembangan skena hardcore di Indonesia di akhir dekade 1990-an.
Perjalanan musik Ricky mencapai puncaknya ketika ia, bersama tiga rekannya yakni Arian13, Edy Khemod, dan Sammy Bramantyo, membentuk Seringai pada tahun 2002. Seringai dengan cepat mencuri perhatian publik lewat musik yang mereka sebut sebagai “High Octane Rock”, yang membawa semangat keras dan enerjik, menggabungkan pengaruh musik heavy metal klasik dengan spirit hardcore punk yang eksplosif.
Lewat album-album fenomenal seperti Serigala Militia (2007), Taring (2012), hingga Seperti Api (2018), Seringai berhasil menempatkan diri sebagai salah satu pilar musik metal Indonesia yang paling berpengaruh dan konsisten. Penampilan panggung mereka yang garang, didukung oleh energi Ricky yang khas saat menguasai gitarnya, selalu berhasil meninggalkan kesan mendalam bagi penonton di setiap konsernya.
Ricky tak hanya dikenal sebagai seorang gitaris hebat yang tampil garang di atas panggung. Ia adalah sosok multitalenta dengan kiprah cemerlang di luar dunia musik secara langsung. Ricky pernah aktif sebagai jurnalis musik terkemuka, bahkan sempat menjabat sebagai managing editor di Rolling Stone Indonesia yang dikenal dengan liputan musik yang mendalam dan kritis.
Kariernya di balik panggung juga begitu gemilang. Ia sempat menjadi produser radio di MTV On Sky (kini Trax FM), serta dikenal sebagai CEO dari platform media alternatif, Whiteboard Journal sejak Juli 2023. Tak hanya di bidang musik, Ricky juga melebarkan sayap ke dunia perfilman internasional dengan menjadi manajer bagi aktor Indonesia ternama, Iko Uwais, yang berhasil ia hantarkan ke dunia perfilman Hollywood melalui film-film seperti Star Wars: The Force Awakens dan Mile 22.
Kabar berpulangnya Ricky pertama kali tersiar melalui media sosial, yang langsung memancing gelombang duka cita dari berbagai kalangan, mulai dari rekan musisi, tokoh-tokoh publik, hingga ribuan penggemar setianya. Dalam pernyataan resminya, pihak band Seringai dengan penuh haru menyebutkan bahwa Ricky meninggal dengan cara yang mencerminkan jiwanya yang selalu berdedikasi penuh terhadap musik.
“Ricky pergi melakukan apa yang ia cintai sepanjang hidupnya: tampil di atas panggung, memainkan musik keras dengan semangat dan cinta yang tulus,” demikian ungkap Seringai dalam pernyataannya.
Kepergian Ricky meninggalkan jejak yang tak akan pernah dilupakan, tidak hanya di hati para penggemarnya, tetapi juga menjadi bagian penting dalam sejarah musik keras Indonesia. Sosoknya akan selalu dikenang sebagai salah satu tokoh penting yang mendedikasikan hidupnya untuk membangun dan menjaga semangat musik keras di Tanah Air agar tetap hidup dan berkobar hingga akhir hayatnya.
