Intime – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan, pengembangan kasus Zarof Ricard terkait asal usul uang suap Rp 915 miliar atau hampir Rp 1 triliun serta 51 kg emas yang ditemukan di rumah saat penggeledahan tidak dimasukan dalam surat dakwaan, karena belum ada alat bukti yang kuat.
Oleh karenanya, tim JPU menyusun surat dakwaan terkait perkara suap dan gratifikasi dalam pengurusan perkara Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya dan Kasasi di Mahkamah Agung (MA). Karena jaksa nantinya akan bisa membuktikan di persidangan dengan sejumlah alat bukti yang dikumpulkan dalam berkas perkara.
Bahkan tersangka Zarof Ricard tidak mau buka suara dan memberikan keterangan kepada penyidik Jampidsus mengenai asal usul uang suap dan gratifikasi hampir Rp 1 triliun tersebut.
Saat penggeledahan rumah Zarof, tim penyidik menemukan catatan tertulis terkait nama-nama yang diduga memberikan suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara di pengadilan dan Mahkamah Agung (MA).
Namun saat diperiksa, Zarof tidak mengakui dan enggan membeberkan kepada penyidik soal sejumlah nama yang ada didalam catatan tertulis tersebut.
Diketahui, ada beberapa pihak yang tidak mengetahui pengembangan penyidikan perkara Zarof Ricard melancarkan fitnah yang tidak berdasar dan tanpa disertai bukti, hanya berdasarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya.
Ia mengatakan pada saat penyidikan, Zarof Ricar tidak mengakui bahwa asal usul uang hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas itu berasal dari hasil suap dan gratifikasi penanganan perkara di pengadilan dan MA, termasuk perkara perdata Sugar Group.
“Zarof Ricar tidak mengakui bahwa uang sebesar Rp915 miliar yang ditemukan penyidik di rumahnya dan catatan tertulis, salah satunya berasal dari perkara perdata Sugar Group,” kata sumber penyidik Kejagung kepada wartawan di Jakarta, Minggu (27/4).
“Penyidik harus mempunyai 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” sambungnya.
Apabila Zarof mengakui terkait asal usul uang suap hampir Rp 1 triliun itu salah satunya berasal dari perkara Sugar Group, maka penyidik Jampidsus sudah menetapkan tersangka. “Karena penyidik tinggal mencari alat bukti dan barang bukti yang lain,” sambungnya.
Menurutnya, pada saat tim penyidik Jampidsus melakukan penggeledahan di rumah Zarof, ditemukan uang dalam bentuk dolar dan rupiah yang dikumpulkan eks petinggi MA sebagai makeral dalam penanganan perkara di pengadilan dan MA. Namun uang hampir Rp 1 triliun itu tidak diakui oleh terdakwa Zarof berasal dari pengurusan perkara perdata Sugar Group dan sejumlah perkara lainnya.
Oleh karenanya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memasukan kedalam surat dakwaan terkait asal usul uang hampir Rp 1 triliun. Karena apabila dimasukan dalam surat dakwaan, maka JPU harus bisa membuktikan dengan alat bukti saat sidang dengan agenda pembuktian dengan meminta keterangan saksi dan terdakwa di persidangan.
“Zarof tidak pernah terbuka dan mengakui asal usul uang Rp 915 miliar,” tuturnya.
Sementara kata sumber di internal Kejagung, tim penyidik hanya menemukan catatan tertulis sebagai petunjuk seperti dalam kasus suap 4 hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjerat advokat Marcella Susanto (MS). Nama pengacara MS itu ada didalam catatan tertulis yang ditemukan penyidik di rumah Zarof.
“Cuma bukti petunjuk di catatan tulisan yang ditemukan penyidik saat melakukan penggeledahan rumah Zarof,” tegasnya.
Ia melanjutkan, untuk menjerat tersangka dalam perkara suap yang menyeret Sugar Group, penyidik harus menemukan alat bukti, seperti Zarof mengakui menerima suap.
“Harus ada alat buktinya seperti Zarof mengakui dan merinci asal usul uang Rp915 miliar,” ujarnya.
Meski Zarof tidak mengakui terkait sebagian dari Rp 915 miliar berasal dari perkara Sugar Group, kata sumber, tim penyidik Jampidsus tengah melakukan penyelidikan dengan mencari alat bukti dan pemeriksaan saksi-saksi yang sifatnya masih tertutup, dan belum bisa disampaikan ke publik.
“Pengembangan penyidikan perkara Zarof Ricar, masih berjalan dengan melakukan pemanggilan sejumlah saksi. Namun pengembangan kasus suap dan Gratifikasi serta TPPU dengan berkas perkara terpisah atau di split, dan masih penyelidikan,” tuturnya.
Sementara itu menurut Direktur Penuntutan pada Jampidsus, Sutikno bahwa tim penyidik Jampidsus telah berupaya mengejar semua sumber alat bukti untuk mengetahui asal uang suap yang diterima Zarof. Namun hingga batas waktu penahanan Zarof habis, alat bukti tersebut belum di peroleh penyidik Jampidsus.
“Jaksa telah berupaya mengejar dan mencari semua alat bukti. Tapi alat bukti yang cukup baru di temukan dalam kasus suap yang di terima KPN Heru Budi yang kemudian ditetapkan tersangka,” ucap Sutikno belum lama ini.
Diberitakan, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar didakwa menerima suap terkait pengurusan perkara Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya dan Kasasi di MA, dan didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang sebesar Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas pada kurun 2012 hingga 2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menyebut, gratifikasi itu diduga diterima terkait pengurusan perkara baik di pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, maupun peninjauan kembali (PK).
“(Zarof) menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing (valuta asing) yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp 915.000.000.000 dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/2).
Sebelumnya diketahui, Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf menilai adanya temuan catatan yang bertuliskan ‘Perkara Sugar Group Rp200 miliar’ dalam rangkaian dugaan makelar kasus di Mahkamah Agung (MA) RI yang melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI, Zarof Ricar, mesti diusut tuntas.
Hal itu disampaikan Hudi menyusul tidak cermatnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menyusun dakwaan lantaran tidak memasukan sumber uang gratifikasi Rp920 miliar yang diterima Zarof.
“Dakwaan JPU harus rinci dari mana asal uang Rp920 miliar bisa di dapat, apalagi ada pengakuan terima Rp200 miliar dari Sugar Group, karena itu pengakuan itu harus didalami kebenarannya dan juga yang sekitar Rp700 miliar harus diketahui dari mana saja,” kata Hudi saat dihubungi, Jumat (14/2).