Lies Hartono atau Cak Lontong baru saja terpilih sebagai komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Bersama dua komisaris lain, yakni Irfan Setiaputra dan Sutiyoso, Cak Lontong bertugas mengawasi serta memberi nasihat kepada jajaran direksi. Pengalaman dan profesionalitas dan seni menjadi salah satu modalnya. Berikut petikan wawancara bersama alumnus ITS itu, Rabu (7/5) di Jakarta.
Ada bedanya tidak, Cak, ketika sekarang menjadi komisaris dengan Cak Lontong sebagai komedian?
Kalau buat saya sebenarnya gak ada bedanya. Nggak ada bedanya dalam arti siapapun ketemu saya, jadi apapun, tetep Cak Lontong. Ketemunya bukan ketemu sosok yang lain. Tapi kan hanya masalah pekerjaan, masalah tugas, masalah yang dilakukan, kayak contohnya kemarin sebelum saya dapat tugas apapun itu (komisaris), saya pelawak. Sampean ketemu saya, ngobrol gini ya mungkin gak lucu, kecuali Sampean ngundang saya di acara gathering ya kan saya harus lucukarena tugas saya di situ melucu. Nanti repot kalau misalnya pas rapat direksi terus saya diharap lucu, kan repot juga ya hahaha.
Kalau buat saya, tugas ini kalau dikatakan baru, sebenarnya juga nggak 100 persen baru. Secara mandat aja baru, tapi secara pekerjaan kan, kalau kita ngomong wisata itu kan nggak jauh juga dari entertain, gak jauh juga dari hal yang bersifat menghibur, tidak jauh dari hal yang bersifat mengajak orang. Kalau kita ngomong Ancol kan saat ini baru sebatas destinasi utama wisata. Makanya cakupannya harus diperluas. Ke Ancol bukan melulu berwisata, tapi ya mau makan, mau nongkrong, mau nonton konser, dan lainnya.
Apakah ada pesan khusus dari Pak Gubernur untuk Cak Lontong sebagai komisaris Ancol?
Bukan hanya saya, ke semua komisaris ya. Kami diminta memberikan sesuatu yang baru ke Ancol karena memang banyak agenda yang harus dilaksanakan di Ancol. Kalau ke saya mungkin berkaitan dengan memaksimalkan Ancol dengan potensi seni, budaya, entertainment, dan edukasi gitu.
Perlu inovasi baru untuk bisa kembali menghidupkan Ancol?
Harus. Kita memang harus mengakui, masih banyak hal yang harus kita benahi, baik dengan yang sudah ada pun harus kita perbaiki. Kayak wahana-wahana di Dufan, itu kan mungkin butuh sentuhan-sentuhan baru atau mungkin bisa ada wahana baru. Misalnya, wahana edukasi yang melibatkan AI(artificial intelligence). Sehingga, anak sekolah tidak hanya ketika liburan saja ke Ancol. Tapi karena ada wahana edukasi, jadi bisa menjadi bagian dari pembelajaran. Setiap saat bisa datang. Pak Gubernur juga mewanti-wanti, bagaimana Ancol ini bisa memberikan manfaat yang lebih besar lagi, khususnya ke warga Jakartadan umumnya seluruh rakyat Indonesia.
Kalau dari Cak Lontong sendiri, melihat Ancol ke depan harus seperti apa?
Tentu harus lebih baik, lebih maju ya, harapan kita semua juga seperti itu. Sesederhana mengembalikan tagline ”Belum ke Jakarta kalau belum ke Ancol” atau ”Belum ke Jakarta kalau belum foto di Dufan” gitu. Itu hal yang kayaknya sederhana, tapi butuh usaha yang besar. Karena kan ya itu, kompetitor semakin banyak, variasinya juga semakin banyak. Jadi harus bersaing di semua sektor, bukan hanya rekreasinya, tapi juga kemudian berkaitan dengan kulinernya, event-event-nya.
Penyelenggaraan event berskala internasional pun sudah mulai ditangkap peluangnya. Ini harus digenjot lagi. Kemarin ada konser Green Day. Sekarang kan banyak konser-konser internasional, K-pop, Ancol itu bisa sangat mumpuni untuk event-event tersebut. Itu kan harus didukung. Kita juga terbuka jika ada pihak lain yang ingin bersama-sama dan berkolaborasi untuk mengembangkan Ancol.
Harus kita akui, selama ini Ancol masih mengandalkan pemasukan dari tiket masuk, dari gerbang masuk Ancol, kemudian masuk ke wahana Dufan, ke Seaworld, itu kan ada tiketnya. Tapi di sisi lain kan belum maksimal nih. Kayak misalnya contoh mungkin dari sisi properti, dari sisi kuliner tadi, kemudian dari sisi terkait dengan yang lain.
Jadi, orang ke Ancol bukan hanya ingin menikmati Seaworld, ingin main di Dufannya saja, tapi kebutuhan lain harus terpenuhi. Untuk makan, untuk suvenir, untuk apapun itu. Itu kan indikasi bahwa ada hal lain yang bisa kita berikan ke perusahaan dan juga ke masyarakat selain wahana-wahana yang ada di Ancol.
Bagaimana dengan regulasi yang biasanya sering menghambat BUMD untuk berkreasi?
Kalau secara persisnya saya belum melihat ke arah situ ya. Tapi kalau terkait birokrasi, kita tahu kan Mas Pram (Pramono Anung, gubernur DKI, Red) dari awal ”kagak ribet lah”, artinya sesuatu yang memang bisa dipercepat kenapa harus diperlambat. Dilansir dari Jawa Pos, bahkan, kenapa harus biasa-biasa saja kalau bisa dipercepat. Saya kira selama tidak melanggar undang-undang, tidak melanggar aturan, masalah birokrasi itu bisa dikomunikasikan. Justru buat saya sebenarnya itulah tantangannya. Bagaimana kita bisa memberikan perubahan yang positif, tetapi juga tidak terkendala dengan hal-hal yang terkait dengan birokrasi. Tapi sekali lagi, saya kira sangat-sangat bisa kok dikomunikasikan. Yang penting kuncinya kan komunikasi.
Sudah bertemu dengan jajaran direksi untuk brainstorming?
Sudah, tapi baru kenalan saja. Rapatnya baru Jumat (9/5). Apa wawancaranya abis itu aja? Hahahaha.