Intime – Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil merespons langkah Kejaksaan Agung yang menjalin nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan empat operator telekomunikasi untuk melakukan penyadapan.
Menanggapi hal tersebut, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berencana untuk memanggil Kejagung ke DPR untuk meminta klarifikasi terkait hal tersebut.
“Mudah-mudahan awal Juli ini kami bisa mengundang Kejaksaan Agung. Salah satu agendanya tentu untuk meminta penjelasan terkait nota kesepahaman ini,” kata Nasir dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (28/6).
Ia menyinggung Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, khususnya Pasal 30C yang mengatur kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyadapan. Menurutnya, pasal tersebut secara eksplisit hanya dapat diimplementasikan setelah ada UU khusus tentang penyadapan.
“Kami tidak ingin ada kesalahpahaman dalam memahami Pasal 30C,” sambungnya.
Nasir mengingatkan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 5/PUU-VIII/2010, penyadapan wajib diatur melalui undang-undang khusus yang hingga kini masih dalam pembahasan pemerintah dan DPR.
“Putusan MK itu jelas menyatakan bahwa penyadapan harus diatur melalui undang-undang khusus. Sampai hari ini, beleid itu belum juga dibentuk, baik oleh pemerintah maupun DPR,” ujar Nasir
Ia menambahkan, Komisi III DPR RI sebenarnya telah beberapa kali mengundang berbagai pihak untuk melakukan pengayaan terhadap rencana pembentukan UU Penyadapan. Namun hingga kini, naskah RUU-nya belum juga masuk dalam pembahasan formal.
Diberitakan, Kejaksaan Agung melakukan kerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT Xl Smart Telecom Sejahtera Tbk dalam rangka penguatan pertukaran dan pemanfaatan informasi untuk kebutuhan intelijen. Salah satu bentuk kerja sama yang dijalin adalah pemasangan dan pengorganisasian perangkat terkait dengan penyadapan informasi.
“Adapun Nota Kesepakatan ini berfokus pada pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi dalam rangka penegakan hukum, termasuk pemasangan dan pengoperasian perangkat penyadapan informasi serta penyediaan rekaman informasi telekomunikasi,” ujar JAM-Intel Reda Manthovani Dalam keterangannya, Selasa (24/6).
Reda mengatakan, kolaborasi dengan pihak penyedia jasa telekomunikasi ini merupakan langkah penting bagi bidang intelijen. Mengingat, adanya pembaruan tugas dan fungsi intelijen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan