Pemisahan Pemilu Nasional-Lokal Langkah Progresif bagi Perlindungan HAM

Intime – Putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dengan lokal mendapatkan sambutan positif dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah menilai Putusan MK ini merupakan langkah progresif untuk mendorong terwujudnya Pemilu yang lebih ramah Hak Asasi Manusia (HAM).

“Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut sejalan dengan salah satu poin rekomendasi
Komnas HAM kepada Pemerintah dan DPR dalam kertas kebijakan terkait perlindungan dan pemenuhan HAM bagi petugas pemilu,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (30/6).

Anis menjelaskan, pemisahan pemilu nasional dan lokal akan
membagi beban pekerjaan para petugas pemilu, terutama pada proses pemungutan suara oleh petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS), sehingga pelaksanaan pekerjaan lebih terarah dan terukur.

Berkaca pada pemilu 2014 dan 2019, dengan metode lima kerta suara menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kecelakaan kerja petugas TPS, baik yang meninggal dunia maupun jatuh sakit.

“Proses pemungutan dan penghitungan lima surat suara pada umumnya berakhir di pagi hari berikutnya. Para petugas pemilu memikul beban kerja yang melebihi batas kewajaran dan dengan waktu istirahat yang sangat terbatas,” tuturnya.

Kondisi tersebut, lanjut dia, diperburuk dengan tingginya tekanan psikis dari pendukung capres atau partai politik dan kekhawatiran terhadap
kesalahan teknis yang mungkin terjadi pada pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara di TPS.

Oleh karena itu, pemisahan pemilu tahun 2029 mendatang, juga sejalan dengan pemenuhan hak atas pekerjaan layak karena secara signifikan akan mengurangi beban kerja petugas pemilu, memotong waktu kerja menjadi lebih pendek, serta memungkinkan waktu beristirahat yang lebih panjang.

Di sisi lain, Komnas HAM menilai desain Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal akan memberi kesempatan bagi pemilih untuk mendapatkan hak atas informasi kepemiluan yang lebih baik. Dengan skema tersebut, maka pemilih akan lebih fokus pada isu-isu pusat pada pemilu nasional dan isu-isu kedaerahan pada pemilu lokal.

“Hal ini akhirnya akan berkontribusi pada pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis, di mana salah satu prasyaratnya adalah pemilih yang terinformasi dengan baik (well-informed voters) sehingga mampu memilih secara rasional, bukan karena sentimen SARA atau terpapar hoaks,” katanya.

Komnas HAM menegaskan, putusan MK menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi
petugas pemilu di masa yang akan datang, sehingga pengalaman kelam kematian ratusan petugas pemilu pada tahun 2019 dan 2024 tidak terulang kembali.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini