Intime – Jaga akurasi pengukuran tingkat prevalensi stunting di Indonesia, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG meminta para kader di Posyandu untuk mengukur tinggi atau panjang serta berat bayi secara benar.
“Saya minta petugas, baik bidan maupun tenaga kesehatan untuk mengukur tinggi dan berat badan bayi dengan benar,” kata Dokter Hasto secara daring pada acara Rekonsiliasi Stunting di Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (8/9).
Dokter Hasto mengatakan hasil pengukuran tinggi dan berat badan bayi itu menjadi data dalam Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.
Diketahui bahwa Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS) kembali akan melakukan survei SSGI pada bulan September dan Oktober tahun 2022 ini. Survei yang dilakukan setiap tahun ini merupakan bagian dari sistem manajemen pembangunan nasional bidang kesehatan, salah satu data yang dihasilkan adalah tingkat prevalensi stunting.
Dokter Hasto menjelaskan jika pengukuran tidak dilakukan dengan benar atau salah ukur bisa jadi anak tersebut akan dianggap stunting. Hal ini bisa terjadi karena saat diukur kaki anak bergerak-gerak padahal untuk mengukur tinggi anak, badan harus lurus.
“Kemudian juga ketika di Posyandu saat anak diukur tidak dibaringkan karena susah atau menangis sehingga karena dikejar waktu terpaksa sambil berdiri, sehingga pasti hasil ukurnya akan lebih pendek. Karena itu petugas yang mengukur bisa dikumpulkan dahulu agar memiliki pemahaman cara pengukuran yang benar,” jelas Dokter Hasto.
Dokter Hasto juga memberikan imbauan agar keluarga yang memiliki anak balita dan baduta semakin banyak yang datang ke Posyandu untuk diukur dan ditimbang.
“Apabila yang datang lebih dari 80 persen kualitas data yang diperoleh akan semakin bagus,” kata Dokter Hasto.
Terkait upaya intervensi penanganan stunting di daerah, Dokter Hasto mengatakan BKKBN memiliki data lengkap keluarga sasaran berisiko stunting, seperti data rumah tidak layak huni, jamban tidak layak, akses air bersih.
“Datanya by name by address. Data ini diperoleh pertengahan tahun 2021 saya kira masih cukup baru bisa dipakai untuk pemberian intervensi. Saya minta Kepala Perwakilan BKKBN di Provinsi untuk proaktif menyampaikan data ini tentunya dengan mekanisme yang benar kepada Kepala Daerah,” kata Dokter Hasto.