Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan. Karena itu, Bank Indonesia (BI) diprediksi bakal kembali menaikkan suku bunga acuan sekitar 75 basis poin (bps) pada akhir 2022.
Analisis ini merujuk langkah bank sentral pada beberapa bulan terakhir. “DBS Group Research menambahkan 50 bps ke dalam perkiraan, membawa tingkat tertinggi suku bunga ke angka 5,5%, menyiratkan kenaikan lebih banyak lagi sebesar 75 bps pada akhir tahun,” ujar Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao, dalam keterangannya, Selasa (25/10).
Sepanjang Agustus-Oktober 2022, BI telah tiga kali menaikkan suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps, 50 bps, dan 50 bps. Dengan demikian, BI7 day reverse repo rate (BI7DRR) kini berada di level 4,75%.
Radhika menjelaskan, tingkat inflasi pada September, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), mencapai 5,95% year on year (yoy). Angka itu lebih tinggi daripada bulan sebelumnya sebesar 4,69%.
BI pun memprediksi inflasi masih akan meningkat dan diproyeksikan menyentuh 6,3% pada akhir 2022. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya, 6,6%-6,7%.
Selain inflasi, rupiah juga bakal tertekan jika bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunganya.
Pasar memprediksi The Fed menaikkan suku bunga 75 bps pada November, sedangkan DBS Group Research memperkirakan kenaikan sebesar 5% pada 2023.
“Dari ramalan DBS Group Research, suku bunga The Fed akan naik lagi dan bisa mencapai 5% pada tahun 2023,” ucap Radhika.
“Pelemahan mata uang juga menambah tekanan terhadap harga dan melemahkan upaya bank sentral mengendalikan inflasi sehingga upaya menstabilkan mata uang menjadi hal mendesak,” imbuhnya.
Sponsored
Oleh sebab itu, menurut Radhika, BI akan terus berupaya menstabilkan nilai tukar rupiah, yang termasuk mata uang dengan kinerja di atas rata-rata sejak awal tahun berkat kuatnya neraca perdagangan. Salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan.