Para eks kader Korps Himpunan Mahasiswa Islam-Wati Jakarta Selatan (KOHATI Jaksel) mempersoalkan penerbitan Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Majelis Daerah Forum Alumni HMI-Wati (MD FORHATI) Jaksel.
Souraiya Farina Alhaddar, mantan pengurus KOHATI Komisariat Ekonomi Universitas Nasional (Unas), misalnya. Pangkalnya, Majelis Wilayah (MW) FORHATI Jaya menerbitkan SK tersebut tanpa mengecek kelengkapan prosedur.
“Seharusnya SK FORHATI Jaksel itu tidak bisa diterbitkan tanpa adanya mekanisme yang jelas. Mestinya digelar Musda (Musyawarah Daerah) FORHATI dahulu, lalu hasilnya, terutama tentang presidium atau ketua umum terpilih dan susunan kepengurusannya, disahkan,” tuturnya, Selasa (22/11).
“Nah, ini tidak ada Musda FORHATI Jaksel, tetapi tiba-tiba SK tersebut bisa terbit. Langgar prosedur ini. FORHATI sebagai bagian dari KAHMI adalah organisasi profesional, seharusnya dikelola secara profesional,” imbuhnya.
Ketentuan tentang musda tersebut diatur dalam Pasal 8 Pedoman Dasar FORHATI, yang disahkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) IV di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), pada medio November 2017.
Farina pun menyayangkan sikap FORHATI Jaya atas keputusan tersebut. Dia lantas mendorong MD Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jaksel untuk bersikap.
“Sebagai organisasi semiotonom KAHMI, maka sudah sepatutnya KAHMI Jaksel bersikap atas masalah ini. Jika memang Ketum KAHMI Jaksel ingin berorganisasi dengan baik, ya, sudah sepantasnya ada langkah-langkah organisasi yang diambil,” katanya.
Kritik senada disampaikan mantan Ketua Umum KOHATI Cabang Jaksel, Novita Rara Sani. Dirinya berpendapat, akar masalah tersebut berangkat dari keteledoran FORHATI Jaya.
“Semestinya FORHATI Jaya lebih berhati-hati dalam bersikap atau mengambil sebuah kebijakan, apalagi ini termasuk salah satu keputusan strategis. Aturan mainnya juga sudah jelas ada di dalam Pedoman Dasar FORHATI,” ucapnya dalam kesempatan terpisah.
Oop, sapaannya, pun memiliki kesamaan pandangan dengan Farina. Dia mendesak KAHMI Jaksel bersikap.
“Posisi HMI-wati dari KOHATI sampai FORHATI selalu dinomorduakan. Apabila memang KAHMI Jaksel bisa mengelola organisasi dengan baik dan benar, masalah ini semestinya diselesaikan. Jangan biarkan wadah bagi HMI-wati maupun alumninya rusak,” tandasnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, FORHATI Jaya menerbitkan SK Kepengurusan FORHATI Jaksel sebulan sebelum Musda III KAHMI Jaksel, yang digelar 8 November lalu. Apalagi, proses penerbitannya tanpa didahului Musda FORHATI Jaksel.
Sementara itu, menurut Pasal 8 ayat (5) Pedoman Dasar FORHATI, musyawarah FORHATI di semua tingkatan kepengurusan dilaksanakan pengurusnya di masing-masing tingkatan dan sepenuhnya berkoordinasi dengan pelaksanaan musyawarah KAHMI ditingkatan yang sama.