Intime – Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 2025, Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) yang beranggotakan akademisi, pengusaha, pedagang pasar, dan pegiat tekstil menggelar sarasehan bertema “Satu Tekstil, Tekstil Indonesia” di Jakarta, Jumat (31/10).
Koordinator AMTI, Iqbal, mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi momentum untuk memperkuat semangat kebersamaan dalam membangun industri tekstil nasional.
Ia menegaskan bahwa AMTI memberikan dukungan penuh kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk terus memperkuat sektor tekstil agar mampu menciptakan lapangan kerja luas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Tema sarasehan ini sangat tepat, karena kami ingin mengajak seluruh masyarakat untuk terus menggunakan produk tekstil Indonesia. Kami juga mengapresiasi langkah Menteri Keuangan Purbaya yang terus berupaya menahan laju produk impor masuk ke Indonesia,” ujar Iqbal dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/11).
Dalam kesempatan tersebut, AMTI juga meminta pemerintah untuk melakukan audit terhadap industri yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Serat dan Benang Indonesia (APSyfi) serta Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), terutama perusahaan yang beroperasi di Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Pusat Logistik Berikat, dan Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE).
Iqbal menjelaskan, audit tersebut perlu dilakukan karena AMTI menduga sebagian pelaku industri memanfaatkan fasilitas kawasan tersebut untuk menjual produknya ke pasar dalam negeri. “Hal itu mengganggu iklim usaha bagi industri tekstil yang berada di luar kawasan berikat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Iqbal menilai dua asosiasi besar tersebut kerap mengkritik kebijakan pemerintah, padahal banyak perusahaan tekstil yang mengalami penurunan kinerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), bahkan penutupan pabrik dalam delapan tahun terakhir merupakan anggota dari asosiasi itu sendiri.
“Selama ini mereka seolah buang badan dan melempar kesalahan ke pemerintah, padahal banyak masalah berasal dari manajemen internal, seperti gagal bayar, pengalihan kredit bank ke sektor lain, dan salah strategi bisnis,” ungkap Iqbal.
Ke depan, AMTI menegaskan komitmennya untuk mendukung pemerintah dalam memperbaiki tata niaga industri tekstil agar produk jadi, benang, dan kain impor tidak membanjiri pasar domestik.
Iqbal menegaskan pihaknya juga siap mengawal proses audit terhadap industri di bawah dua asosiasi tersebut, serta mendesak agar pihak yang terbukti menyalahgunakan fasilitas diberikan sanksi tegas, termasuk pengurus asosiasi yang menyebar narasi negatif yang bisa mengganggu iklim investasi.
Dalam pesan penutup sarasehan, AMTI meminta Kementerian Keuangan untuk mempermudah akses kredit modal kerja bagi pelaku IKM tekstil agar mereka dapat bertahan dan berkembang. Selain itu, AMTI juga mendorong pemerintah menertibkan e-commerce dan pasar tradisional yang menjual barang impor murah agar tidak merusak industri tekstil nasional.
“Kami ingin industri tekstil nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri, kuat, berdaya saing, dan menjadi penggerak ekonomi rakyat,” pungkas Iqbal.

