Intime – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menanggapi kasus penolakan pembayaran uang tunai oleh salah satu gerai makanan di Jakarta yang sempat viral di media sosial.
Ia menegaskan, penjual atau merchant yang menolak pembayaran menggunakan uang rupiah dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Politikus PDI Perjuangan itu mengingatkan bahwa rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan wajib diterima di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan tersebut secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Sesuai undang-undang tersebut, rupiah adalah alat pembayaran yang sah dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan bagi pihak manapun menolak penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (28/12).
Ia menjelaskan, dalam aturan tersebut juga diatur sanksi pidana bagi pihak yang menolak pembayaran tunai rupiah. Penolakan tersebut dapat dikenakan pidana kurungan maksimal satu tahun serta denda hingga Rp200 juta.
Menurut Said, pemerintah dan DPR perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat dan para pelaku usaha agar tidak sembarangan menolak pembayaran tunai. Ia menilai penolakan uang rupiah bukan sekadar persoalan layanan atau preferensi sistem pembayaran, melainkan menyangkut kepatuhan terhadap hukum.
“Penggunaan pembayaran nontunai tentu kami dukung seiring perkembangan teknologi. Namun, hal itu tidak boleh menghapus kewajiban menerima pembayaran tunai selama belum ada perubahan regulasi,” ujarnya.
Said juga mendorong Bank Indonesia (BI) untuk lebih aktif mengedukasi publik dan pelaku usaha bahwa rupiah tetap menjadi mata uang nasional dan alat pembayaran yang sah, meskipun transaksi digital semakin masif digunakan.
Ia menambahkan, di banyak negara maju sekalipun, pembayaran tunai masih tetap dilayani. Said mencontohkan Singapura yang meski memiliki sistem pembayaran digital yang sangat maju, tetap menerima pembayaran tunai hingga batas tertentu.
Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang belum sepenuhnya terjangkau jaringan internet serta tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih relatif rendah menjadi alasan kuat mengapa opsi pembayaran tunai harus tetap tersedia.
“Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu menekankan hal ini kepada para pelaku usaha dan menindak pihak yang menolak penggunaan rupiah sebagai mata uang nasional,” pungkas Said.
Sebelumnya, sebuah video di media sosial memperlihatkan seorang konsumen lanjut usia ditolak saat hendak membayar secara tunai di sebuah toko roti. Video yang diunggah akun Instagram @arli_alcatraz itu merekam kejadian di sebuah halte Transjakarta kawasan Monas pada Kamis (18/12).
Dalam video tersebut, konsumen terlihat memprotes karena toko hanya melayani pembayaran menggunakan QRIS dan menolak uang tunai. Peristiwa itu menuai kritik warganet dan memantik perbincangan publik soal kewajiban menerima rupiah sebagai alat pembayaran.

