Komisi Pemberantasan Korupai (KPK) menghentikan dugaan kasus yang menjerat bos Darmex Group/Duta Palma Group, Surya Darmadi. Kasus tersebut bermula dari pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014.
Dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) tertanggal 14 Juni 2024 itu, komisi antirasuah beralasan kasus suap Surya Darmadi karena tidak cukup bukti.
“Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari Jumat, tanggal 14 Juni 2024 telah dilakukan penghentian penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti,” bunyi poin 2 SP3 tersebut dikutip, Senin (12/8) malam.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan KPK menghentikan penyidikan kasus suap Surya Darmadi. “Benar,” ujar Tessa saat dimintai konfirmasi, Senin (12/8).
Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 673/2014 yang ditandatangani Menhut saat itu, Zulkifli Hasan, pada 8 Agustus 2014, menjadi pemicu kasus suap ini.
SK Menhut tersebut terkait dengan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 1.638.249 hektare, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 hektare, dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau.
SK Menhut tersebut diserahkan pria yang karib disapa Zulhas itu kepada Annas Maamun, yang saat itu menjabat Gubernur Riau. Penyerahan dilakukan saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.
Saat menanggapi pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran surat keputusan Menhut tersebut. Manajer legal PT Dulta Palma Group Suheri Terta yang mengurus perizinan terkait dengan lahan perkebunan mllik Duta Palma Group langsung mengirimkan surat kepada Annas Maamun untuk memintanya mengakomodasi lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening, dan PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW Provinsi Riau.
Annas Maamun kemudian menindaklanjuti permintaan tersebut dan memerintahkan bawahannya untuk ‘membantu dan mengadakan rapat’. Annas Maamun kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan wakil gubernur Riau saat itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait.
Sebulan kemudian, Surya Darmadi, Suheri Terta, Gulat Manurung, dan SKPD Pemprov Riau menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan kata lain agar wulayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di Riau.
Untuk memuluskan hal itu, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Manurung, agar areal perkebunan perusahaannya masuk revisi SK Menhut tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor gubernur, Annas Maamun memerintahkan bawahannya yang bertugas di dinas kehutanan untuk memasukkan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam peta lampiran surat gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.
Setelah perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas.
Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Palma Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke Peta Lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau.