Asprindo Ingatkan Pemerintah, Pengangguran Tinggi Ancam Pertumbuhan Ekonomi RI

Intime – Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo), Prof Didin S Damanhuri, mengingatkan pemerintah untuk lebih serius memperhatikan angka pengangguran nasional.

Menurutnya, tingkat pengangguran memiliki hubungan langsung dan signifikan terhadap kemampuan pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Angka pengangguran yang tinggi akan memberikan dampak negatif pada upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Prof Didin dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (15/11).

Ia menjelaskan, dampak pertama dari tingginya pengangguran adalah penurunan produksi nasional. Banyaknya masyarakat yang tidak bekerja menyebabkan menurunnya output nasional, yang kemudian berimbas pada melemahnya daya beli.

“Dengan tidak bekerja, daya belinya menurun, yang ujungnya menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa. Selain itu, penerimaan pemerintah dari sektor pajak berkurang dan beban sosial yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih besar,” jelasnya.

Prof Didin menambahkan, kondisi pengangguran yang tinggi juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Hal itu membuat investor menunda ekspansi bahkan dapat menarik modal karena risiko yang meningkat dan permintaan pasar yang melemah.

Berdasarkan data 2024, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen hanya mampu menyerap 2,45 juta tenaga kerja baru. Padahal, setiap tahun terdapat sekitar 3,5 juta angkatan kerja baru yang masuk pasar.

“Jika ditambah pekerja yang terkena PHK atau mengundurkan diri dan lainnya, kebutuhan lapangan kerja bisa menyentuh 10 juta per tahun. Ini menyebabkan peningkatan pengangguran terbuka dan penggelembungan pekerja sektor informal, yang pada 2025 mencapai 87 juta orang atau 60 persen dari 152,11 juta angkatan kerja,” katanya.

Meski demikian, data BPS Agustus 2025 mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) berada di angka 4,85 persen, turun dari 4,91 persen pada periode yang sama 2024. Jumlah pengangguran juga turun tipis menjadi 7,46 juta orang dari sebelumnya 7,47 juta orang. Namun, menurut ekonom Indef tersebut, pemerintah tetap harus memberikan perhatian khusus pada sektor ketenagakerjaan.

Ia menilai pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang berpihak pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengingat sektor ini memiliki potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja.

“Data Kementerian UMKM menyebutkan bahwa UMKM menyumbang sekitar 60 persen dari total lapangan kerja di Indonesia,” imbuhnya.

Selain itu, ia mendorong pemerintah melakukan transformasi ekonomi melalui pembangunan sentra-sentra industri yang bersinergi dengan pengusaha daerah.

“Dengan meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah, pelaku usaha dapat naik kelas dan tenaga kerja daerah tidak perlu jauh mencari pendapatan. Aktivitas ekonomi ini akan menunjang pertumbuhan ekonomi daerah,” pungkas Prof Didin.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini