Bahaya, Bila Bank Indonesia Dikuasai Politisi

Oleh Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)

Baru-baru ini telah dibuat Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau omnibus law keuangan yang nantinya akan mengubah banyak peraturan (UU) sektor keuangan menjadi hanya satu UU. 

Walaupun, perubahan-perubahan ini diharapkan akan memperkuat kemampuan lembaga-lembaga keuangan Indonesia dalam menghadapi krisis dan perkembangan yang mungkin terjadi di masa depan, akan tetapi yang sangat berisiko dari RUU PPSK ini adalah karena di dalamnya memuat usulan untuk menempatkan politisi di jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI). 

Jika politisi memegang jajaran Dewan Gubernur BI, maka independensinya akan terganggu. BI bisa dibawa kearah kepentingan-kepentingan politik yang akan membahayakan negara dan merusak demokrasi.

Sejarah mencatat, bank sentral yang diseret ke politik akan membawa pemimpinnya menjadi tirani dan otoriter contoh bank sentral Jerman, bank sentral italia dan bank sentral jepang saat perang dunia 1 dan ke 2. Artinya jika Indonesia menerapkan hal yang sama maka itu adalah sebuah kemunduran. 

Personil-personil BI perlu orang-orang yang fokus tidak terbagi dengan urusan lain, dan ini tentunya tidak dibatasi oleh masa jabatan politis terkait dengan masa bakti pemerintahan hasil pemilu sehingga expertasinya lebih matang dan bisa membawa BI menjadi lebih baik. 

Apalagi, ada penugasannya berdasarkan pembagian jatah politik maka keberadaan BI akan semakin terancam karena membuka kemungkinan jabatan-jabatan tersebut dipegang oleh orang yang tidak punya kompetensi.

Ada kekhawatiran di kalangan masyarakat bahwa perubahan tersebut dapat melonggarkan disiplin fiskal dan moneter serta melemahkan lembaga-lembaga sektor keuangan yang independen.

Usulan ini jelas-jelas harus ditolak. Bukan langkah yang cerdas jika diteruskan. Dalam hal ini DPR RI harus ambil peranan yang lebih pro kepada kepentingan rakyat daripada kepentingan kelompok atau partai karena keberadaannya bukan lagi mewakili partai tapi rakyat. 

Untuk itu rancangan undang-undang yang beresiko bisa membahayakan negara ataupun mengganggu stabilitas negara khususnya dalam hal ini adalah stabilitas keuangan maka publik harus menolak.

Artikel Terkait

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini