Intime – Perusahaan konstruksi PT Adhi Karya dipercaya Pemprov DKI Jakarta untuk membangun fasilitas RDF Plant untuk mengelola sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi.
Hal ini memperoleh sorotan tajam Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS) M Syaiful Jihad. Ia menilai PT Adhi Karya tidak layak mendapatkan proyek di TPST Bantargebang karena memiliki rekam jejak yang buruk atas kegagalan konstruksi pada proyek bangunan sekolah di Jakarta.
Terbukti dengan kasus robohnya bangunan di sekolah SMAN 96 Cengkareng, Jakarta Barat, pada 17 November 2021.
“Bangunan SMA 96 ambruk saat direhab, eh malah dapat proyek jumbo. Harusnya perusahaan itu masuk daftar hitam,” kata Syaiful dalam keterangannya, Selasa (22/2).
Diketahui, kasus ambruknya gedung SMA 96 bahkan memancing Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria bersama sejumlah politikus Kebon Sirih melakukan sidak ke lokasi.
Buntut robohnya bangunan sekolah SMA 96 membuat kalangan DPRD DKI Jakarta merekomendasikan agar Pemprov DKI Jakarta mem-blacklist PT Adhi Karya sebagai kontraktor bangunan dan PT Penta Rekayasa sebagai konsultan perencana.
“Ya, kami akan menyampaikan rekomendasi kepada Pemprov DKI Jakarata untuk tidak lagi menggunakan PT Adhi Karya dah PT Penta Rekayasa dalam proyek kontruksi di Jakarta,” kata Iman Satria, Selasa (23/11/2021).
“Ternyata ancaman itu cuma gertak sambal DPRD. Buktinya kontraktor itu masih bisa menang lelang di Pemprov DKI,” kata Syaiful.
Selain itu, Syaiful juga minta Inspektorat Provinsi DKI untuk memeriksa Kepala BPPBJ DKI dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI karena telah memenangkan PT Adhi Karya.
Pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Landfill Mining dan RDF Plant (Rancang dan Bangun) pada Unit Pengelola Sampah Terpadu di TPST Bantargebang, Kota Bekasi yang dimenangkan PT Adhi Karya memiliki nilai HPS paket sebesar Rp905 miliar dengan harga terkoreksi Rp855 miliar.
Padahal peserta lelang yang lain, yakni PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk mengajukan harga penawaran terkoreksi Rp841 miliar.
“Artinya ada selisih harga sebesar Rp14 miliar dan PT Modern Widya Tehnical harga penawaran terkoreksi Rp851 miliar atau ada selisih harga sebesar Rp4 miliar,” demikian Syaiful.