Banjir Sumatera Bukti Gagalnya Pengelolaan Lingkungan, Greenpeace Desak 3 Menteri Mundur

Intime – Greenpeace Indonesia menegaskan bahwa bencana banjir dan longsor besar yang melanda tiga wilayah di Sumatra dan menewaskan lebih dari 700 orang bukan sekadar bencana alam. Organisasi lingkungan itu menyebut tragedi tersebut sebagai bukti nyata kegagalan negara dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Koordinator Kampanye Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengatakan terdapat tiga menteri yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini, yakni Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.

Menurut Iqbal, Menteri Kehutanan memegang peran sentral dalam pemberian dan pengawasan izin kehutanan. Sementara itu, Menteri ESDM dinilai memiliki tanggung jawab karena menerbitkan izin-izin pertambangan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.

Adapun Kementerian Lingkungan Hidup disebut turut berperan karena menerbitkan dokumen analisis dampak lingkungan (AMDAL) sebagai dasar penilaian kelayakan proyek.

“Ini kejadian yang terjadi karena fungsi pengawasan dan pengendalian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini bisa masuk kategori pembiaran. Karena itu tiga menteri ini harus meminta maaf dan mengundurkan diri,” ujar Iqbal di Jakarta, Kamis (4/12).

Ia menegaskan Greenpeace sejak lama telah mengingatkan potensi kerusakan lingkungan di Sumatera, namun peringatan tersebut diabaikan.

“Yang paling menyedihkan bagi aktivis lingkungan adalah ketika prediksinya menjadi kenyataan. Kita selalu berpikir bencana itu pasti memakan korban,” katanya.

Iqbal juga menilai peringatan para ahli terkait perubahan iklim global sering kali ditolak atau diabaikan.

“Denial terhadap para saintis itu sangat sulit. Mungkin karena kita lebih mementingkan politik daripada sains,” ucapnya.

Sebagai contoh, ia menyoroti kawasan Batang Toru yang memiliki aktivitas pertambangan dan pembangkit listrik. Bukaan lahan besar membuat kawasan perbukitan itu sangat rentan saat terjadi hujan ekstrem.

“Tidak heran banyak kayu gelondongan terbawa banjir. Meski Kementerian Kehutanan bilang itu kayu lapuk, di lapangan terlihat kayu-kayu yang sudah digergaji,” ungkapnya.

Iqbal menilai aparat penegak hukum harus lebih tegas. “Di lapangan, kayu yang digergaji pasti disimpan dulu. Maka penegak hukum harus bekerja,” katanya.

Ia menyesalkan pemerintah yang masif menerbitkan izin pertambangan tanpa memastikan kesiapan dan daya dukung lingkungan.

“Kalau seperti ini, kita selalu dibilang jangan mencari siapa salah. Ini bukan takdir, ini kegagalan kebijakan. Harus dicari siapa penyebabnya. Menteri harus ada yang mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini