DPRD DKI mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta membuka posko pengaduan masyarakat yang terdampak polusi udara.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI, Wibi Andrino menyatakan, posko tersebut diperlukan lantara semakin banyak masyarakat yang mengalami Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat kualitas udara yang memburuk.
“Kalau kita memahami situasi polusi ini sudah darurat, harusnya dibuka posko pengaduan masyarakat. Supaya masyarakat bisa menyampaikan keluhannya agar ada treatment dari pemerintah sebagai insentif terhadap masyarakat yang terpapar polusi,” ujarnya, Selasa (29/8).
Selain posko pengaduan, Wibi juga meminta Pemprov DKI memberi layanan kesehatan prioritas bagi kelompok usia rentan seperti anak-anak dan warga lanjut usia (Lansia). Sebab menurutnya kelompok usia rentan tersebut memerlukan perhatian agar keselamatan mereka terjamin.
“Pelayanan terhadap kelompok masyarakat paling rentan seperti Balita, anak-anak sekolah dan Lansia ini yang harus diutamakan,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Karyatin Subiantoro sebelumnya juga mendorong perluasan kebijakan agar penanganan polusi udara Jakarta lebih efektif. Ia mengusulkan kewajiban penggunaan transportasi massal bagi ASN yang work from office (WFO).
“Kebijakan itu lebih diperluas, ketika menuju ke kantor (WFO) sebaiknya tidak menggunakan kendaraan pribadi yang beremisi karena menyebabkan pencemaran atau polusi udara yang tidak baik,” katanya di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (23/8).
Sementara, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Sarjoko mengatakan, saat ini pihaknya fokus menangani masalah polusi udara pada sumber utamanya. Misalnya melakukan razia emisi yang dilakukan di seluruh wilayah kota dan melakukan pemeriksaan cerobong asap dari kegiatan usaha industri sehingga polusi tidak berlarut-larut terjadi.
“Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan pengawasan terhadap 114 kegiatan usaha yang potensial telah menjadi pencemaran udara dan telah melakukan evaluasi melalui kegiatan pengukuran emisi cerobong, pengawasan aktif melalui razia emisi dan pengawasan passif melalui penilaian kinerja perusahaan dalam hal status ketaatan lingkungan,” ujarnya.
Sarjoko juga mengungkapkan, kegiatan usaha yang tidak taat tersebut pihaknya telah mengambil tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan yang ada.
“Kegiatan usaha yang tidak taat, ini mendapatkan suatu evaluasi sebagaimana diatur dalam PP Nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di atur sanksi administrasi, sanksi pidana, dan sanksi perdata,” tandasnya. ***