Intime – Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menilai kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan yang menonaktifkan kepesertaan 50.000 warga penerima bantuan iuran (PBI) di Pamekasan, Jawa Timur, berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Penonaktifan tersebut dipicu oleh tunggakan pembayaran iuran oleh Pemerintah Kabupaten Pamekasan senilai Rp 41 miliar. BPJS Kesehatan mengambil langkah ini setelah tunggakan selama tujuh bulan tersebut tidak diselesaikan.
“Langkah BPJS menyandera hak kesehatan warga demi menekan Pemkab sebagai tindakan keliru secara konstitusional,” ujar Willy dalam keterangannya, Jumat (10/10).
Politikus dari Partai Nasdem ini mengingatkan bahwa BPJS Kesehatan dibentuk berdasarkan undang-undang (UU) dengan mandat utama untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat, bukan beroperasi layaknya lembaga asuransi komersial murni.
“BPJS dibuat oleh negara untuk melayani warga. Jangan lantas cara berpikir dan bertindak seolah swasta murni. Main putus layanan, ancam sana-sini, bukan begitu caranya,” jelas Willy.
Ia menilai keputusan BPJS Kesehatan memutus akses pelayanan kesehatan bagi puluhan ribu warga Pamekasan sebagai bentuk penyanderaan hak dasar rakyat.
“Jangan disamakan dengan pembayaran premi. Apalagi seperti ini, jangan menyandera hak asasi warga Pamekasan untuk mengancam Pemerintah Kabupaten,” sambungnya.
Willy mendesak BPJS Kesehatan dan Pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk segera berdialog guna mencari solusi.
Ia meyakini bahwa besaran tunggakan tersebut seharusnya tidak menjadi penghalang utama, terutama jika dibandingkan dengan peserta BPJS Kesehatan mandiri yang taat membayar.
“Jangan main-main dengan hak asasi warga, apalagi urusan kesehatan ini. Jumlah iuran yang tertunda ini hanya 5 persen dari total 872.009 warga yang taat iuran,” ungkap Willy.
“Artinya sebenarnya bisa tertutupi juga kebutuhannya dari para pengiur, jadi jangan disengketakan,” sambungnya.
Ia juga menilai nilai tunggakan itu relatif kecil dibandingkan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pamekasan yang mencapai Rp 2 triliun.
“Iuran partisipasi BPJS Kesehatan warga Pamekasan yang tidak sampai 1 persen APBD. Jadi tidak perlu terlampau ribut. Pemkab pasti punya strategi untuk selesaikan ini,” kata Willy.
“Jadi duduklah bersama, dialog, dan cari penyelesaian. Jangan ditunda pemenuhan hak asasi kesehatan warga ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan menonaktifkan kepesertaan 50.000 penerima bantuan iuran di Kabupaten Pamekasan lantaran Pemkab setempat menunggak pembayaran selama tujuh bulan dengan total nilai Rp 41 miliar.
Akibatnya, ribuan warga tidak lagi dapat mengakses layanan kesehatan gratis yang seharusnya mereka terima.