Kualitas udara Jakarta dalam seminggu ini terus memburuk. Bahkan, menempati posisi kedua terburuk dunia.
Hal ini terlihat dari indeks kualitas udara (AQI) dari website IQAir. Dinas Kesehatan (Dinkes) lebih peka dengan kesehatan warga Jakarta daripada Penjabat (Pj) Gubernur DKI, Heru
Budi Hartono malah dibuat bahan candaan.
“Ya, saya tiup saja,” ujar Heru sambil memeragakan meniup udara dari mulutnya saat meninjau trotoar di Jakarta Selatan, Senin (12/6).
Padahal dalam laman IQAir, konsentrasi PM2.5 (partikel udara terkecil) di Jakarta mencapai 64.4 microgram/meter3. Konsentrasi 12.9 kali lebih besar dibandingkan yang ditetapkan dalam panduan kualitas udara dari organisasi kesehatan dunia atau WHO.
Peringkat kualitas udara Jakarta saat ini berada pada indikator merah merujuk pada kualitas udara yang tidak sehat.
Kepala Bidang Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes DKI, Dwi Oktavia meminta masyarakat untuk selalu waspada demi meminimalkan risiko polusi udara bagi kesehatan.
Bagi kelompok sensitif, imbau Dwi, dapat melakukan aktivitas di luar, tetapi mengambil rehat lebih sering dan melakukan aktivitas ringan. Amati gejala berupa batuk atau napas sesak. Penderita asma harus mengikuti petunjuk kesehatan dan menyimpan obat pribadi.
“Setiap orang agar mengurangi aktivitas fisik yang terlalu lama di luar ruangan,” kata Dwi di Jakarta, Jumat (16/6).
Ia pun mengimbau, agar masyarakat selalu melakukan pengecekan kualitas udara di daerah masing-masing melalui platform yang telah disiapkan DLH seperti JakISPU dalam aplikasi JAKI dan website DLH, dan juga menggunakan masker bila berada di lokasi dengan tingkat cemaran udara tinggi.