Intime – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang beserta ayahnya yang menjabat Kepala Desa Sukadami, H. M. Kunang sebagai tersangka kasus dugaan suap ijon proyek di Pemerintahan Kabupaten Bekasi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahaya, menyatakan, selain ADK dan HMK, pihak swasta bernama Sarjan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang berawal dari laporan masyarakat tersebut.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” tegas Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Sabtu (20/12).
Berdasarkan konstruksi perkara yang diungkap KPK, Ade Kuswara diduga mulai menjalin komunikasi dengan pihak swasta, Sarjan, tak lama setelah terpilih sebagai Bupati untuk periode 2024-2029.
Dalam setahun terakhir, sejak Desember 2024, Ade Kuswara secara rutin diduga meminta uang ijon atas paket proyek kepada Sarjan. Permintaan tersebut disalurkan melalui perantara, termasuk ayahnya sendiri, HM Kunang.
“Ade Kuswara rutin meminta ‘ijon’ paket proyek kepada SRJ melalui perantara HM Kunang dan pihak lainnya,” jelas Asep.
KPK mengungkap total ijon yang diberikan Sarjan kepada Ade Kuswara bersama HM Kunang mencapai Rp 9,5 miliar. Uang tersebut diserahkan dalam empat kali penyerahan melalui para perantara.
Selain dana ijon itu, sepanjang tahun 2025, Bupati Bekasi juga diduga menerima aliran dana lain dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp 4,7 miliar. Dengan demikian, total penerimaan yang diduga terkait perkara ini mencapai Rp 14,2 miliar.
Dalam penggeledahan, KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp 200 juta di rumah Ade Kuswara. Uang tersebut diduga merupakan sisa setoran ijon keempat dari Sarjan yang disalurkan melalui perantara.
KPK telah melakukan penahanan terhadap ketiga tersangka selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 20 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026. Dengan demikian, Bupati Ade Kuswara Kunang dan ayahnya akan menjalani tahun baru di rutan KPK.
Ade Kuswara Kunang dan HM Kunang sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Sarjan sebagai pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU TPK.

