Oleh: Ali Sodikin (Pengamat Sosial Politik)
Judi salah satu dosa tertua, lahir sejak manusia itu ada. Naluri mengadu nasib bahkan menjadi perhatian agama dalam kitab sucinya. Dimasa lalu, kita mengenal lotre, SDSB dan sebagainya. Kini ketika teknologi begitu maju, hadir game online/digital yang semakin menyenangkan itu justru digunakan untuk bermain slot, judi online. Dampaknya sungguh luar biasa, baik muda maupun tua kecanduan judi online. Bahkan Menkominfo, Budi Arie Setiadi mengungkapkan Indonesia darurat judi online. Bahkan perputaran uang dalam judi online di Indonesia mencapai Rp327 triliun sepanjang tahun 2023.
Pemerintah sudah berupaya untuk memberantas judi online dengan membuat UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Bahkan pada Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 27 ayat pelaku judi dapat diancam hukuman 6 tahun penjara. Selain itu, ada pula Pasal 303 ayat 1 ke-1 dan ke-2 KUHP dengan ancaman penjara 10 tahun serta Pasal 3 dan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun.
Namun kehadiran UU ini tampaknya tidak bisa membuat para penjudi online itu bergeming, bahkan semakin menular ke berbagai lapisan masyarakat. Hal ini membuat bapak menteri sangat prihatin dan khawatir karena mayoritas pecandu judi onlie berasal dari kalangan bawah. Bahkan memasuki tahun 2024 dilaporkan sudah ada empat orang yang mengakhiri hidup mereka akibat judi online.
Pemerintah Indonesia juga telah membentuk satgas anti judol. Yang terdiri dari Kominfo, OJK, Kemenko Polhukam, Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Kita harapkan satgas dapat efektif memberantas judi online.
Menurut mantan sekaligus calon gubernur Jakarta Anis Baswedan, perlu perhatian khusus untuk memberantas judi online yang juga banyak dimainkan oleh anak-anak termasuk di Jakarta. Menurut data PPATK di Jakarta Barat saja ada 4300 anak bertransaksi judi onlie.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mencegah dan memberantas fenomena judi onlie. Langkah dan tahapan tersebut membutuhkan keseriusan dan konsistensi dari semua pihak, utamanya para penyelenggara negara yang mempunyai otoritas dan kewenangan penegakan hukum. Juga tidak kalah penting adalah pendidikan keluarga dengan menumbuhkan kesadaran tentang dampak dan kerugian dari judi online.
Satu dari aspek penegakan hukum, Bagaimana semua perangkat penegakan hukum itu disiplin di dalam memberantas studi online itu aspek pendekatan hukumnya.
Kemudian yang kedua dari aspek e rumah tangga Bagaimana ada pembekalan kepada keluarga-keluarga kepada orang tua anak-anak supaya tidak terlibat Jadi dua aspek ini harus dikerjakan bersama-sama bukan saja aspek penegakan hukumnya tapi juga aspek untuk menumbuhkan kesadarannya dengan begitu maka secara bertahap nanti ini akan bisa sama-sama diperangi.
Namun, nampaknya ide dan gagasan Anies Baswedan terkait pemberantasan judi online belum bisa terwujud. Karena kini Anies hanya warga biasa yang tidak punya kuasa dan otoritas pemerintahan. Hingga tulisan ini dibuat, kepastian Anies untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta 2024 masih belum ada kepastian.
Meski mayoritas warga Jakarta masih membutuhkan kepemimpinan Anies, setidaknya tercermin dari hasil survei berbagai lembaga. Namun kuasa partai politik lebih dominan dalam menentukkan siapa calon gubernur dan wakil gubernur, termasuk di DKI Jakarta.