Intime – Peneliti dari Citra Institute, Efriza, menilai pertemuan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Prabowo Subianto penuh dengan intrik politik.
Ia menduga pertemuan tersebut tidak sekadar membahas isu kenegaraan, tetapi juga sarat kepentingan pribadi Jokowi untuk menjaga pengaruhnya di pemerintahan dan publik.
“Diduga kuat Jokowi juga sedang berusaha tetap memengaruhi sikap presiden maupun pengelolaan pemerintahannya. Upaya ini ditenggarai agar dia tidak kehilangan wajah di publik setelah mengembuskan wacana dua periode Prabowo-Gibran,” kata Efriza, Senin (6/10).
Efriza berpendapat, Jokowi juga ingin mempertahankan kepercayaan dari para sukarelawannya yang mulai berjarak setelah adanya reshuffle kabinet.
“Hal itu dilakukan setelah reshuffle yang telah membuang para sukarelawan Jokowi dan ada isu perombakan kabinet berikutnya. Maka dia coba memengaruhi Prabowo dengan pandangannya,” ujarnya.
Menurut Efriza, Jokowi kemungkinan turut memberi masukan kepada Prabowo mengenai potensi reshuffle lanjutan.
“Sebab kemungkinan terjadinya reshuffle kembali masih terbuka. Ini menunjukkan Jokowi tidak ingin kehilangan eksistensi dirinya dalam isu perpolitikan tanah air,” tutur dia.
Meski demikian, Efriza meyakini Prabowo memiliki kemandirian dan ketegasan dalam menjalankan pemerintahannya.
“Prabowo sekadar mendengar keinginan, masukan, dan saran dari Jokowi. Ketegasan dan kemandiriannya sudah ia tunjukkan dalam rapat menteri 5 Mei 2025 lalu, bahwa dia hanya meminta saran dari mantan presiden lainnya, termasuk Jokowi,” jelasnya.
Efriza menegaskan, dalam praktiknya, Prabowo bukanlah “boneka Jokowi” meski kemenangan Prabowo–Gibran kerap dinarasikan karena dukungan politik dari mantan presiden tersebut.
“Ini juga ditunjukkan oleh Presiden Prabowo dengan melakukan reshuffle terhadap Budi Arie (Menteri Koperasi) dan Budi Gunawan (Menkopolkam),” kata Efriza menutup.
