Dari BBG ke Bus Listrik: TransJakarta Pelopor Mobilitas Hijau di Indonesia

Intime – Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta memaparkan arah kebijakan transportasi Jakarta yang kini berfokus pada integrasi sistem, efisiensi energi, dan peningkatan penggunaan angkutan umum. Salah satunya angkutan Transportasi Jakarta (Transjakarta), di mana transformasi mereka tidak hanya soal peningkatan layanan bus.

Namun, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta ini juga bagian dari agenda besar menjadikan Jakarta sebagai kota dengan sistem transportasi publik yang bersih, efisien, dan berkelanjutan.

“Pada awalnya, bus Transjakarta menggunakan bahan bakar solar. Namun sejak 2005 di koridor 2 dan 3 mulai beralih ke BBG mendukung program Langit Biru yang dicanangkan Presiden SBY. Lalu, pada 2014 terbit Perda No. 5 Tahun 2014 yang mewajibkan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan untuk angkutan umum,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Susilo Dewanto dalam forum Balkoters Talk bertajuk ‘Smart Mobility: Evolusi Transjakarta untuk Jakarta 5 Abad’ di Pressroom Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (4/11).

Susilo melanjutkan, kini Transjakarta memasuki fase baru dengan mengoperasikan armada bus listrik sebagai bagian dari komitmen terhadap energi bersih dan pengurangan emisi.

Harapannya, peralihan ini lebih berkelanjutan dibandingkan pengalaman BBG sebelumnya. Transformasi tersebut berjalan seiring dengan upaya membangun sistem transportasi terintegrasi di Jakarta.

Susilo menyebutkan bahwa pengembangan integrasi telah dilakukan sejak awal berdirinya Transjakarta, dan kini menjadi dasar dari sistem JakLingko.

“Ada enam pilar utama dalam sistem ini yaitu integrasi fisik, integrasi jadwal layanan, integrasi lintasan atau rute, integrasi data dan informasi, integrasi sistem pembayaran, dan integrasi paket tarif,” jelasnya.

Dia menambahkan, penerapan sistem tarif maksimum Rp 10.000 untuk perjalanan maksimal tiga jam yang dimulai sejak 2017-2018 merupakan bagian dari strategi agar pengeluaran warga untuk transportasi tetap terjangkau.

“Tujuannya agar pengeluaran masyarakat untuk transportasi tidak melebihi 5-10 persen dari pendapatan, sehingga lebih banyak dana bisa digunakan untuk kebutuhan lain,” ujar Susilo.

Meski demikian, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara keterjangkauan tarif dan keberlanjutan operasional.

“TransJakarta tetap harus survive secara bisnis, karena itu, penentuan tarif harus memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat,” tegasnya.

Susilo mengungkapkan bahwa Pemprov DKI Jakarta menargetkan peningkatan signifikan dalam penggunaan angkutan umum dalam dua dekade mendatang.

Saat ini share pengguna transportasi publik baru sekitar 22 persen, dengan target naik menjadi 55-60 persen pada tahun 2045-2050

Selain itu, kebijakan transportasi Jakarta ke depan akan menempatkan pejalan kaki dan pesepeda sebagai prioritas utama.

Hal ini sejalan dengan upaya mengubah pola mobilitas warga menuju gaya hidup yang lebih sehat dan ramah lingkungan.

“Kebijakan transportasi juga menempatkan pejalan kaki dan pesepeda sebagai prioritas utama. Karena itu, pembangunan trotoar dan jalur sepeda terus ditingkatkan,” kata Susilo.

Selain menjadi laboratorium kebijakan transportasi urban, Jakarta juga menjadi acuan bagi berbagai daerah lain di Indonesia dalam merancang sistem transportasi publik.

“Perkembangan transportasi di Jakarta kemudian menjadi rujukan bagi daerah lain di Indonesia. Banyak daerah yang baru bergerak setelah melihat Jakarta lebih dulu memulai,” ungkapnya.

Susilo menyebut, dalam banyak proses penyusunan kebijakan daerah, Jakarta dijadikan standar acuan sebelum diterapkan secara nasional.

“Bahkan dalam penyusunan peraturan daerah, sering muncul pertanyaan: ‘Jakarta sudah punya perdanya belum?’ Kalau Jakarta sudah punya, mereka tinggal menyesuaikan,” ujarnya.

Dengan pengalaman panjang dalam membangun sistem transportasi perkotaan, DKI Jakarta kini menempatkan Transjakarta sebagai tulang punggung mobilitas warga sekaligus model integrasi nasional.

Susilo menegaskan bahwa arah kebijakan transportasi publik Jakarta akan terus diarahkan untuk mendukung kota yang lebih hijau, efisien, dan inklusif, dengan fondasi kuat pada inovasi teknologi dan keberpihakan terhadap warga.

“Harapan ke depan, sistem transportasi Jakarta bisa seperti Singapura atau Tokyo, di mana mobilitas lebih banyak terjadi di bawah tanah, namun layanan bus tetap eksis dan mendukung jaringan kereta,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini