Demokrasi Indonesia Alami Kemunduran Sejak Era Jokowi, Elite Dinilai Makin Anti Kritik

Intime – Sejak berakhirnya era otoritarian Orde Baru, perkembangan politik dan demokrasi Indonesia menjadi perhatian serius dalam kajian akademik global. Beragam pandangan muncul, mulai dari yang menilai positif, kritis, hingga moderat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, mayoritas ilmuwan sosial sepakat bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran.

Dosen Perbandingan Sistem Pemerintahan Universitas Pamulang, Cusdiawan, mengatakan terdapat setidaknya tiga cara pandang utama dalam membaca perjalanan demokrasi Indonesia pasca-Soeharto. Pandangan pertama menilai demokrasi Indonesia berkembang dinamis dan patut diapresiasi.

Pandangan kedua menyebut, perubahan hanya terjadi pada tataran institusional, sementara struktur kekuasaan tetap oligarkis sehingga melahirkan demokrasi yang dangkal atau illiberal democracy. Adapun pandangan ketiga mengambil posisi moderat dengan mengakui adanya kemajuan institusional, namun masih banyak persoalan mendasar yang perlu dibenahi.

“Tapi sejak era Presiden Joko Widodo, justru muncul semacam konsensus di kalangan ilmuwan sosial bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran atau democratic backsliding,” ujar Cusdiawan, Rabu (24/12).

Menurutnya, kondisi tersebut bahkan telah mengarah pada apa yang disebut sebagai competitive authoritarianism. Ia menilai kemunduran ini merupakan konsekuensi dari warisan demokrasi Indonesia yang sejak awal Reformasi bersifat illiberal.

Cusdiawan menyoroti peran kepemimpinan nasional yang dinilainya tidak menunjukkan visi demokrasi yang kuat. Ia menyebut kecenderungan pemimpin dan elite yang anti-kritik berpotensi ditafsirkan aparat sebagai sinyal politik untuk membungkam pandangan yang berseberangan.

“Pola seperti ini sangat berbahaya karena dapat mengancam kebebasan sipil dan politik,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa pendekatan represif justru berisiko memicu turbulensi dan krisis politik. Karena itu, Cusdiawan menekankan pentingnya etika publik, empati terhadap kegelisahan masyarakat, serta keterbukaan terhadap kritik dan ilmu pengetahuan.

Cusdiawan berharap kepemimpinan saat ini mampu membangun komunikasi yang sehat antara elite dan masyarakat guna mencegah krisis demokrasi yang lebih dalam. “Tidak ada satu pun anak bangsa yang berharap Indonesia menjadi negara gagal,” tegasnya.

Ia menutup dengan mengingatkan bahwa visi demokrasi yang kuat dari pemimpin setidaknya dapat mencegah kerusakan tatanan politik menjadi semakin parah.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini