Intime – Demokrasi Indonesia menghadapi tantangan serius akibat rusaknya ruang publik politik yang semakin dijejali oleh buzzer dan relawan politik yang bekerja di luar sistem formal demokrasi.
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, menegaskan bahwa kerusakan demokrasi ini dapat dipahami melalui teori “Tragedy of the Commons”.
Menurutnya, jika ruang publik, yang bersifat fisik atau common property, dikonsumsi atau dipakai secara tidak terbatas, maka ruang publik tersebut akan rusak dan hancur.
Fenomena serupa kini terjadi pada ruang publik yang bersifat intangible, yaitu demokrasi dan arus informasi.
“Arus informasi yang super cepat masuk ke dalam sistem politik dan demokrasi mengakibatkan sistem demokrasi mengalami kelelahan yang hebat dan kerusakan yang kritis. Fungsi check and balances menjadi rusak dan artificial karena aspirasi tidak lagi datang dari hati nurani, tetapi dibuat oleh mesin bot yang diciptakan gerombolan buzzer politik,” jelas Didik dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/8).
Kerusakan demokrasi ini, menurutnya, semakin parah selama satu dekade terakhir.
“Selama 10 tahun ini, teknologi AI ini secara sengaja dan sistematis dipakai oleh negara untuk kepentingan politik yang sempit untuk membungkam demokrasi melalui buzzer-buzzer dan relawan,” tambahnya.
Kondisi ini juga menjadi perhatian Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri, yang beberapa hari lalu menyampaikan pesan khusus kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Saya sudah bilang melalui seseorang supaya Pak Prabowo membuang itu namanya buzzer-buzzer yang hanya membuat yang namanya perpecahan di antara kita sendiri, belum tentu faktanya aja,” tegas Megawati.
Menurut Didik, pesan Megawati tersebut sangat relevan untuk menyelamatkan demokrasi dari kerusakan lebih lanjut.
“Media sosial yang dipakai secara liar dan tanpa aturan oleh negara adalah bencana bagi kehidupan politik. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang cepat tidak bisa dibiarkan melenggang tanpa norma, aturan main dan regulasi yang tepat,” tuturnya.
Oleh karena itu, Universitas Paramadina mendorong agar pemerintah segera menyusun regulasi yang adil dan kolektif untuk menjaga ruang publik demokrasi.
“Anjuran Megawati sebagai politisi senior perlu diindahkan agar tidak ada lagi buzzer yang merusak demokrasi,” tutup Didik.