Didi Irawadi Nilai Proyek Bandara Kertajati di Era Jokowi dan Luhut Gagal Wujudkan Manfaat Ekonomi

Intime – Mantan anggota DPR RI Didi Irawadi Syamsuddin, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang kini dinilainya sebagai simbol gagalnya perencanaan strategis pemerintah pusat.

“Proyek yang seharusnya membawa manfaat ekonomi bagi warga Jabar justru berubah menjadi beban fiskal dan kebijakan yang tak berpijak pada realitas,” ujar Didi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (31/10).

Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), proyek Bandara Kertajati sempat dihentikan setelah hasil studi kelayakan (feasibility study) menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak layak dibangun.

Karena itu, Didi heran mengapa di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, proyek tersebut justru dilanjutkan tanpa memperhitungkan risiko ekonomi dan operasional.

“Kertajati dibangun megah dengan dana triliunan, sebagian dari utang negara, namun kini sepi penumpang dan minim penerbangan. Bandara yang seharusnya menjadi kebanggaan justru menjadi monumen kegagalan dan pemborosan,” kata Didi.

Menurutnya, ironi terbesar terletak pada fakta bahwa pemerintah pusat menyerahkan beban operasional Bandara Kertajati kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Padahal, hasil proyek tersebut jauh dari harapan.

“Ini seperti menyerahkan hadiah yang tak bisa dipakai, tapi harus tetap dibayar pajaknya oleh rakyat. Kebijakan semacam ini tidak adil dan jauh dari prinsip akuntabilitas publik,” ujarnya menegaskan.

Didi juga menyinggung peran Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang kerap mempromosikan proyek infrastruktur besar, termasuk Kertajati. Menurutnya, keberhasilan di atas kertas tidak sejalan dengan realitas di lapangan.

“Tanpa perhitungan matang, infrastruktur hanya menjadi simbol politik bukan instrumen kemajuan. Kertajati adalah contoh nyata ketika pemerintah lebih sibuk membangun citra, bukan kebutuhan,” bebernya.

Ia menambahkan, Indonesia tidak kekurangan proyek beton, namun kekurangan arah dan prioritas yang berpihak pada rakyat.

“Pembangunan sejati bukan tentang berapa banyak proyek diresmikan, tapi seberapa besar manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat. Kertajati mestinya jadi pelajaran mahal agar perencanaan nasional ke depan lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat, bukan pada ambisi pribadi,” pungkas Didi.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini