DPR Desak Pemerintah Telusuri Pihak Penanggung Utang Proyek Kereta Cepat

Intime – Anggota Komisi VI DPR RI, Sartono Hutomo, meminta pemerintah menyisir ulang kontrak awal proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) untuk memastikan pihak yang bertanggung jawab atas utang proyek strategis tersebut.

Menurut Sartono, langkah ini penting agar pemerintah memiliki gambaran utuh mengenai struktur tanggung jawab dan pembagian risiko antara pihak-pihak yang terlibat sejak proyek dimulai di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Pernyataan Sartono menanggapi sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan bahwa utang proyek KCJB tidak akan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Sebelum pemerintah mengambil keputusan apa pun, kontrak awal proyek ini harus disisir ulang. Kita harus tahu secara rinci siapa yang bertanggung jawab terhadap utang, bagaimana klausul cost overrun disepakati, dan bagaimana mekanisme jaminan pinjaman diatur sejak awal,” kata Sartono kepada awak media di Jakarta, Rabu (15/10).

Sartono menyatakan dukungan terhadap keputusan Purbaya. Ia menilai langkah menolak penggunaan APBN untuk menutup utang KCJB merupakan kebijakan yang tepat dan bijak secara fiskal.

“Ini bukan soal menolak proyek strategis nasional, tetapi tentang menjaga disiplin keuangan negara. Kita harus bedakan secara tegas antara proyek yang dilakukan atas nama konsorsium BUMN dengan proyek yang dijamin langsung oleh negara,” jelas Sartono.

Ia mengingatkan, jika setiap proyek bermasalah berlindung di balik APBN, maka keuangan negara bisa menjadi tumpuan terakhir dari berbagai risiko korporasi. Menurutnya, hal ini dapat menimbulkan moral hazard dan membahayakan stabilitas fiskal.

“Karena itu, prinsip kehati-hatian dan moral hazard harus dijaga,” jelas Sartono.

Untuk itu, Sartono mendorong pemerintah mencari jalan tengah yang rasional dalam menyelesaikan utang proyek KCJB yang mencapai sekitar Rp 116 triliun tanpa membebani APBN.

“Misalnya dengan melakukan restrukturisasi utang, mengevaluasi ulang model bisnis KCIC, bahkan melibatkan investor swasta baru,” jelasnya.

Sartono menegaskan, Komisi VI DPR RI akan terus mendorong agar penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dilakukan secara transparan, profesional, dan akuntabel.

“Proyek kereta cepat harus tetap menjadi simbol kemajuan infrastruktur nasional, tapi jangan sampai menjadi beban fiskal yang diwariskan kepada rakyat,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini