Intime – Anggota Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih, mengapresiasi keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menurunkan tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dari 32 persen menjadi 19 persen.
Tetapi, ia mengingatkan bahwa tantangan perdagangan global masih jauh dari selesai, terutama dengan munculnya blok ekonomi baru dan tren deglobalisasi.
“Terlebih dengan kemunculan blok-blok ekonomi baru seperti BRICS, serta intensnya perang dagang Amerika dengan Cina dan Rusia,” tegas dia di Jakarta, Kamis (17/7).
Ia menekankan pentingnya menindaklanjuti hasil-hasil pertemuan internasional Presiden Prabowo Subianto dengan kebijakan teknis yang nyata di tingkat kementerian.
“Jangan sampai lawatan puluhan jam Pak Presiden ke luar negeri hanya berhenti jadi headline, tapi tidak terimplentasikan di kementerian. Kalau tidak, yang gagal bukan Pak Prabowo, tapi kita di bawah ini yang tak mengeksekusi,” tegasnya.
Gde juga menyoroti tren deglobalisasi yang kini tengah menguat, di mana negara-negara maju mulai melindungi pasar domestik mereka dengan berbagai kebijakan proteksionis..
“Mulai dari memproteksi pasar domestik dengan kebijakan tarif maupun nontarif, memprioritaskan industri dalam negeri, bahkan meninjau ulang keanggotaan dalam organisasi multilateral seperti WTO,” beber dia.
Untuk itu, ia mendesak Kementerian Perdagangan menyusun strategi pengamanan industri nasional, termasuk dengan menerapkan kebijakan barrier seperti hambatan pajak (tax barrier) dan kuota impor yang jelas.
“Maupun kebijakan kuota impor yang jelas, agar tidak asal buka keran,” ungkapnya lagi.
Lebih jauh, Gde juga menekankan pentingnya menjaga kepentingan nasional di tengah dinamika perdagangan global yang semakin tidak menentu. Sebab itu, ucapnya, Pemerintah perlu lebih cermat mengantisipasi dampak kebijakan dagang negara-negara besar.
“Mulai dari tarif tinggi era Trump hingga perubahan lanskap akibat BRICS dan tren deglobalisasi yang makin nyata,” imbuh dia.
Meski begitu, Gde tetap menyambut baik penurunan tarif impor ke AS, terutama karena dapat memberikan napas baru bagi pelaku usaha kecil dan menengah, termasuk di daerah seperti Bali yang sangat bergantung pada pasar ekspor Amerika.
“Ini prestasi. Tadinya teman-teman di Bali, terutama ASPH, sudah mulai deg-degan karena ekspor ke Amerika cukup besar, khususnya barang-barang seni. Hampir semua orang yang sudah sejahtera sedikit pasti mau punya barang seni, dan banyak asalnya dari Bali,” tandasnya.