Dua Dampak Larangan Retret Kepala Daerah

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menginstruksikan kepala daerah asal PDIP untuk menunda keberangkatan ke retret di Akademi Milter (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.

Analis komunikasi politik Hendri Satrio membeberkan dua potensi dampak yang sekiranya bisa ditimbulkan terhadap situasi negara dan politik saat ini.

Pertama, kata dia, surat larangan itu berpotensi membuat kepala daerah usungan PDI Perjuangan itu tidak tegak lurus dengan Presiden RI Prabowo Subianto.

“Mungkin saja, surat larangan itu berpotensi membuat kepala daerah usungan PDI Perjuangan tidak tegak lurus dengan Pemerintah karena surat edaran tersebut,” kata Hensa, sapaan akrabnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (21/2).

Hensa mengatakan bahwa surat larangan tersebut berpotensi membuat para kepala daerah asal PDI Perjuangan pindah partai politik dengan mengatasnamakan rakyat.

Kepala daerah itu, kata dia, kemungkinan akan merasa pula bahwa mereka bisa menjadi kepala daerah lantaran rakyat yang memilihnya.

“PDI Perjuangan apakah sudah menghitung kemungkinan kalau kepala daerah yang diusung oleh mereka berpotensi keluar demi memperjuangkan rakyat yang memilih mereka? Itu yang patut jadi sorotan,” ucapnya.

Ia mengingatkan kepada PDI Perjuangan seyogianya harus berhati-hati dalam menyikapi situasi ini agar tidak menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat.

“Jangan sampai disalahartikan oleh rakyat bahwa PDI Perjuangan sedang melakukan perlawanan terhadap negara atau tidak mengikuti arahan Kepala Negara,” tuturnya.

Untuk itu, dia memandang perlu PDI Perjuangan memberikan penjelasan lebih perinci terkait dengan maksud dan tujuan dari surat instruksi larangan para kepala daerahnya mengikuti retret itu.

“Kepala daerah itu ‘kan sudah jadi pejabat publik, dipilih oleh rakyat, bukan sebagai kader partai. Jadi, kalau ada surat dari partai yang melarang mereka hadir di acara negara, menurut saya, PDI Perjuangan harus menjelaskan lebih lanjut,” katanya.

Menurut dia, penjelasan dari PDI Perjuangan itu perlu untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa langkah partai tersebut tak dipandang sebagai bentuk konfrontasi terhadap pemerintahan yang sah.

Oleh karena itu, dia menggarisbawahi pentingnya membedakan peran kepala daerah sebagai pejabat publik dengan status mereka sebagai kader partai.

“Mereka diundang sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, bukan sebagai kader partai. PDI Perjuangan harus jelaskan ini supaya tidak ada salah paham,” ujarnya.

Di samping itu, Hensa juga meminta Pemerintah memberikan penjelasan terkait dengan sifat acara retret tersebut demi mencegah kebingungan di tengah masyarakat karena hingga kini belum ada kejelasan apakah acara tersebut bersifat wajib atau tidak.

“Kalau emang itu enggak wajib, jelaskan kalau itu enggak wajib, kalau memang wajib, juga jelaskan, beri sanksi jika ada kepala daerah yang tidak datang,” kata Hensa.

Ia lantas berkata, “Pemerintah sebaiknya menjelaskan agar ini tidak bikin gaduh satu Indonesia.”

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini