Intime – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani, menilai kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengucurkan dana sebesar Rp 200 triliun ke Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) belum memberikan dampak optimal terhadap perekonomian nasional.
“Jadi kalau kita lihat kontribusinya sudah mulai naik, tapi belum optimal,” ujar Aviliani dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/11).
Menurut dia, kebijakan tersebut sempat menurunkan suku bunga dan meningkatkan permintaan kredit. Sebelum dana digelontorkan, perbankan sebenarnya memiliki likuiditas, namun pertumbuhan kredit hanya berada di level 7 persen. Setelah kucuran dana Rp200 triliun masuk ke Himbara, suku bunga turun dan minat masyarakat untuk mengajukan kredit mulai meningkat.
“Biasanya kalau suku bunga turun ya, orang cenderung mencari alternatif lain. Salah satunya Anda bisa lihat indeks harga saham langsung naik,” katanya.
Meski demikian, Aviliani menilai dampak positif dana besar tersebut menjadi kurang maksimal karena tidak diikuti kebijakan kementerian lain yang mampu mempercepat pertumbuhan sektor terkait.
Ia menyoroti masalah daya beli masyarakat yang masih lemah, sehingga pemerintah perlu lebih fokus pada sektor-sektor yang mampu memberikan efek pengganda besar.
“Yang paling cepat itu di pariwisata, yang memberi kontribusi besar bagi UMKM,” tambahnya.
Ia mengapresiasi kebijakan diskon tiket pesawat yang dinilai dapat mendorong pergerakan wisata. Namun, pemerintah daerah diminta turut membangun ekosistem yang dapat menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Ketika sektor pariwisata menguat, sektor makanan, minuman, hingga akomodasi juga akan terdorong untuk tumbuh lebih baik.
“Itu bisa meningkatkan ekonomi,” tegasnya.
Selain pariwisata, Aviliani menekankan pentingnya penguatan hilirisasi industri pengolahan atau manufaktur.
Menurutnya, banyak investor kini tertarik masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), termasuk KEK Batang di Jawa Tengah yang tengah diminati. Hal tersebut perlu disambut dengan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan investor.
“Kenapa dia cari Jawa? Karena Jawa itu masih murah tenaga kerjanya. Harusnya kita menangkap itu, ketika orang mau ke mana, itu yang harus kita tangkap,” jelasnya.
Aviliani menegaskan bahwa pariwisata dan hilirisasi manufaktur merupakan sektor dengan tingkat penyerapan tenaga kerja tinggi. Pariwisata dapat menggerakkan UMKM, sementara manufaktur memberi peluang besar bagi tenaga kerja menengah ke bawah yang tengah mengalami tekanan pendapatan.
“Jadi intinya adalah yang namanya bank itu follow the business. Jadi jangan minta banknya kasih kredit tapi enggak ada permintaan,” pungkasnya.

