Intime – Aksi korporasi yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus diawasi dengan ketat karena berpotensi mengandung praktik perdagangan terselubung atau insider trading yang dapat mengarah pada Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Pernyataan ini ditegaskan Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, saat menanggapi kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspitadewi.
Ira sebelumnya dituntut terkait proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara. Menurut Defiyan, kasus tersebut menunjukkan bahwa aksi korporasi BUMN tidak selalu murni didasari pertimbangan bisnis.
“Aksi korporasi seperti ini yang banyak menimpa jajaran direksi BUMN sehingga dulu muncul klausul di UU BUMN untuk membebaskan tuntutan hukum atas aksi korporasi. Masalahnya, aksi korporasi selalu tidak murni tindakan bisnis semata, ada juga kepentingan perdagangan terselubung di dalamnya (insider trading) yang juga bernuansa KKN,” ujar Defiyan, Selasa (25/11).
Ia menjelaskan, kasus serupa juga dialami para direksi BUMN lain yang selama ini dikenal profesional, bahkan mendapat kepercayaan memimpin perusahaan di luar negeri. Karena itu, lanjut Defiyan, penting untuk memastikan proses hukum terhadap Ira berjalan objektif dan sesuai mekanisme peradilan.
“Tidak terkecuali pada kasus Ira Puspitadewi yang Dirut ASDP, maka biarkan proses pengadilan dan hak bandingnya berjalan jika merasa ada ketidakadilan dalam kasus aksi korporasinya di ASDP,” katanya.
Defiyan juga menyoroti aksi korporasi lain di lingkungan BUMN yang dinilai perlu diperiksa sejak awal, termasuk investasi Telkomsel ke GoTo. Menurutnya, langkah tersebut menimbulkan tanda tanya karena dinilai tidak memiliki kaitan dengan bisnis inti perusahaan.
“Apalagi, aksi korporasi Telkomsel ke GoTo dalam bentuk investasi. Ini perlu dicurigai sejak dini, sebab tidak ada kaitannya sama sekali dengan bisnis intinya (core business). Dalam kasus ASDP, inilah perbedaannya, aksi korporasinya masih dalam jalur bisnis intinya,” pungkasnya.

