Ekonom Sebut Rencana Pembentukan Badan Otoritas Penerimaan Negara Pemborosan Anggaran

Intime – Rencana pemerintah membentuk Badan Otoritas Penerimaan Negara (BOPN) menuai kritik tajam dari kalangan ekonom.

Pembentukan BPON dinilai sebagai tindakan inefisiensi dan pemborosan anggaran negara, apalagi dilakukan tak lama setelah Presiden Prabowo Subianto mengambil kebijakan penghematan APBN di sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L).

Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori menyatakan ide untuk memisahkan fungsi penerimaan (fiskal) dan belanja (pengeluaran) negara melalui pembentukan BOPN adalah tindakan naif.

Menurutnya, kedua fungsi tersebut merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Apabila pemisahan ini terkait dengan dominasi Menteri Keuangan (Menkeu) dalam kebijakan pengelolaan fiskal jelas tidak masuk akal (logis) dan bertentangan dengan konstitusi,” kata Defiyan di Jakarta, Kamis (25/9).

Defiyan secara tegas menolak pembentukan BOPN, bahkan ia mempertanyakan urgensi dan alasan kemendesakannya, terutama setelah Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewo, kembali membuka wacana tersebut menggantikan Sri Mulyani.

Defiyan Cori juga menyoroti alasan yang diduga menjadi dasar pembentukan BOPN, yakni sebagai langkah strategis untuk mengonsolidasikan dan meningkatkan efektivitas sistem perpajakan nasional.

“Alasan ini malah tidak strategis dan bertolak belakang dengan alasan konsolidatif dan efektivitas perpajakan nasional, sebab penerimaan negara tidak hanya dari sumber pajak,” tegasnya.

Menurut Defiyan, upaya memisahkan fungsi pemungutan pajak dari regulasi fiskal dengan harapan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan menyatukan basis data nasional melalui BOPN tidak akan tercapai.

Ia berpendapat bahwa persoalan kepatuhan pajak adalah domain penegakan hukum oleh aparat negara terhadap pelanggaran, bukan masalah kewenangan kelembagaan Kementerian Keuangan.

Defiyan justru menyarankan agar yang dipisahkan dari Kemenkeu adalah kewenangan anggarannya, sehingga aspek perencanaan dan anggaran melekat pada fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Defiyan Cori mengemukakan bahwa tindakan yang lebih mendesak (urgent) yang seharusnya diambil oleh Presiden RI adalah membubarkan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR RI).

Ia menilai lembaga inilah yang selama ini merusak mekanisme teknokratik perencanaan dan anggaran negara.

“DPR RI memang memiliki kewenangan dalam aspek penganggaran (budgeting) tetapi efektivitas perencanaan dan anggaran negara juga terlalu berbelit oleh intervensi yang terlalu teknis,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyatakan relevansi pembentukan Direktorat Jenderal Penerimaan Negara (Ditjen Nagara) lebih mendesak dibutuhkan, sekaligus membubarkan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).

Menurutnya, kinerja pajak yang tidak pernah optimal mengatasi defisit APBN telah menimbulkan kecurigaan publik atas tata kelolanya.

“Dengan membubarkan kedua Ditjen tersebut (anggaran dan pajak) maka optimalisasi penerimaan negara dari non pajak akan lebih memulihkan kepercayaan publik,” pungkas Defiyan.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini