Ekonomi Digital Makin Masif, BI Soroti Perlindungan Konsumen

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Onny Widjanarko, mengungkapkan, potensi ekonomi digital di Indonesia terus tumbuh dari tahun ke tahun. 

Hal ini, menjadi tantangan tersendiri bagi bank sentral terutama dalam memberikan perlindungan bagi konsumen.

“Di Bidang perbankan dan keuangan, ini juga dihadapkan dengan ancaman cyber crime, perlindungan konsumen dan berbagai resiko yang menurut hemat kami, otoritas lain Seperti OJK dan lainnya menyiapkan mitigasi supaya tidak menimbulkan ancaman terhadap kepercayaan konsumen,” ujar Onny Widjanarko dalam webinar, Rabu (6/7).

Dalam kesempatan ini, Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta bersama STIE Indonesia Banking School (IBS) menggelar National Conference on Business and Finance. Acara Bertemakan “Membangun digital talent dan low carbon economy untuk keuangan berkelanjutan” itu dihadiri sejumlah narasumber, diantaranya Direktur Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK, Greatman Rajab SE., Chief Digital Officer BRI IT, Hufadil As’ari, Indonesia Research Institute For Decarbonazation, Paul Butarbutar dan lainnya. 

Dikatakan Onny, ekonomi digital mengalami pertumbuhan cukup pesat. Dari data yang dimilikinya, ada 98 persen merchant telah menerima pembayaran digital. Bahkan, ada 59 persen merchant di Jakarta tidak hanya menjual barangnya secara digital, namun juga melakukan pinjaman digital. 

“Mudah-mudahan pinjaman online-nya yang berizin. Kalau tidak berizin, bisa bahaya,” ucapnya. 

Selain itu, pengguna ekonomi digital di berbagai sektor akan terus tumbuh. Diperkirakan pada 2025, pengguna digital ekonomi naik dua kali lipat. 

Namun, akunya, perubahan digitalisasi ekonomi itu memberikan tantangan tersendiri bagi bank sentra. Hal ini memerlukan mitigasi, aturan, pengawasan dan perlindungan konsumen agar tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan. 

“Yang cukup seru adalah tantangan perkembangan uang ke depan. Sekarang banyak crypto, Bank sentral sedang mengkaji perlu tidaknya mengeluarkan digital currency. Pada 2018, 70 persen Bank sentral di dunia ragu menyebutkan tidak perlu menerbitkan uang digital, tapi sekarang ini berbalik, semua bilang perlu agar Bank sentral menerbitkan digital currency,” jelasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini