Intime – Persidangan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mengungkap dugaan penerimaan uang oleh mantan Direktur Utama Bank DKI, Zainuddin Mappa.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, jaksa menyebut Zainuddin menerima imbalan dalam bentuk uang asing setelah meloloskan kredit senilai Rp 150 miliar kepada perusahaan tekstil tersebut.
Jaksa Penuntut Umum Fajar Santoso menyatakan Zainuddin menerima uang sebesar 50.000 dolar Amerika Serikat (setara Rp 837 miliar) yang diduga berasal dari Iwan Setiawan Lukminto selaku Direktur Utama Sritex melalui Allan Moran Severino, Direktur Keuangan Sritex.
“Terdakwa Zainuddin Mappa menerima uang sebesar 50.000 Dollar Amerika Serikat dari Iwan Setiawan Lukminto melalui Allan Moran Severino,” kata Fajar saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (23/12).
Dalam persidangan, jaksa tidak menguraikan secara rinci waktu dan lokasi penyerahan uang tersebut. Namun, penerimaan uang itu disebut sebagai bagian dari rangkaian tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit Bank DKI kepada Sritex.
Jaksa mengungkapkan Zainuddin tidak bertindak sendiri. Ia diduga bersekongkol dengan Priagung Suprapto yang saat itu menjabat Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI serta Babay Farid Wazdi selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI. Ketiganya disebut bekerja sama dengan direksi Sritex untuk memanipulasi permohonan kredit.
Nilai kredit yang semula diajukan sebesar Rp200 miliar diubah menjadi Rp150 miliar agar lebih mudah dicairkan. Padahal, menurut jaksa, Sritex tidak memenuhi kriteria sebagai debitur prima dan tidak memberikan agunan kebendaan sebagaimana dipersyaratkan.
Jaksa juga menyebut laporan keuangan dan data pendukung kredit direkayasa oleh pihak Sritex untuk memenuhi persyaratan pencairan. Akibat perbuatan tersebut, negara atau daerah disebut mengalami kerugian sebesar Rp180,28 miliar, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK tahun 2025.
Para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.

