Intime – Mantan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha, menanggapi perkembangan persidangan perkara dugaan korupsi pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sumatera Utara, di mana majelis hakim meminta jaksa menghadirkan Wali Kota Medan, Bobby Nasution, sebagai saksi.
Menurut Praswad, praktik fee dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya di sektor infrastruktur, bukanlah modus baru dalam kasus korupsi di Indonesia. Ia menegaskan, korupsi proyek infrastruktur telah berlangsung puluhan tahun dengan pola serupa, yakni adanya potongan wajib sebesar 15–20 persen dari nilai proyek.
“Suap biasanya dibagi antar aktor, dengan potongan wajib hampir di seluruh wilayah Indonesia. Proyek infrastruktur menjadi ladang korupsi karena bernilai besar dan strategis. Namun, perkara sering dilokalisir hanya pada level pelaksana, tanpa menyentuh aktor intelektual. Langkah progresif hakim dalam persidangan ini diharapkan dapat memecah kebuntuan,” ujarnya.
Praswad juga menyoroti potensi intervensi dalam kasus ini. Ia menilai, keterangan saksi kerap terkunci akibat tekanan politik maupun kekuasaan, sehingga kasus berhenti pada level pelaksana teknis. Ia menyinggung peran Topan Obaja Putra Ginting yang disebut mendampingi Bobby Nasution sejak menjabat sebagai Wali Kota Medan.
“Sebagaimana diketahui, Bobby Nasution adalah menantu dari mantan Presiden Joko Widodo. Dalam kasus yang melibatkan orang dekat kekuasaan, potensi intervensi pasti ada. Karena itu, tindakan hakim meminta keterangan tambahan di luar berkas perkara menjadi preseden positif bagi penegakan hukum,” jelasnya.
Terkait nilai uang yang diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) sebesar Rp 231 juta, Praswad menegaskan jumlah tersebut tidak bisa dijadikan kesimpulan akhir. Menurutnya, hakim berwenang mencari kebenaran materiil, bahkan merekomendasikan penyidikan tambahan atau penetapan tersangka baru.
“Dalam sejarahnya, KPK pernah menangani OTT dengan nilai kecil yang justru membuka keterlibatan tokoh kunci dan memulihkan kerugian negara dalam jumlah besar. Ujian sesungguhnya adalah seberapa besar komitmen KPK menolak intervensi dan menegakkan prinsip equality before the law,” katanya.
Ia menekankan, langkah berani majelis hakim dalam kasus ini telah menciptakan momentum penting.
“Terobosan ini mengirim pesan jelas: penegakan hukum harus berani membongkar seluruh lapisan korupsi, bukan hanya memetik buah yang jatuh, tapi menebang pohonnya sampai ke akar. Bola kini berada di tangan KPK dan Kejaksaan untuk membuktikan komitmen menuntaskan kasus ini secara tuntas,” pungkas Praswad.
Seperti diketahui, Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Medan Khamozaro Waruwu meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadirkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Pj Sekda Sumut Effendy Pohan.
Hakim Khamozaro menjelaskan, pemanggilan mantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu mendalami dasar hukum pergeseran anggaran yang diduga menjadi sumber dana proyek bermasalah tersebut.
“Setelah kita dengar kesaksian saksi Muhammad Haldun, saya minta jaksa menghadirkan Pj Sekda Sumut saat itu Effendy Pohan dan Gubernur Sumut pada sidang berikutnya,” tegas Hakim Waruwu kepada JPU KPK

