Eks Penyidik KPK Tegaskan Mengangkat Soeharto Jadi Pahlawan adalah Pengkhianatan terhadap Semangat Reformasi

Intime – Mantan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Soeharto merupakan langkah yang berpotensi menimbulkan pembelokan sejarah dan mencederai semangat reformasi.

Menurut Praswad, kejatuhan Soeharto pada 1998 tidak bisa dilepaskan dari persoalan besar Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menjadi akar tuntutan reformasi. Karena itu, ia memandang bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan justru bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang lahir pasca-reformasi.

“Soeharto diturunkan karena persoalan KKN yang merajalela. Dari sudut pandang kampanye antikorupsi, pemberian gelar ini berpotensi menjadi problem mendasar pasca reformasi. Tokoh yang diturunkan karena isu korupsi kini justru mendapat tempat terhormat sebagai pahlawan nasional yang disejajarkan dengan Hatta, tokoh antikorupsi,” ujar Praswad dalam keterangannya, Senin (10/11).

Ia menilai langkah pemerintah tersebut bukan hanya menciptakan preseden buruk, tetapi juga mengaburkan pesan moral sejarah. Menurutnya, pemberian gelar itu dapat dilihat sebagai bentuk “pembelokan sejarah” yang dilakukan secara nyata.

“Ini bukanlah preseden yang baik serta dapat menyebabkan adanya pembelokan sejarah. Seharusnya, pemerintah menahan diri dari kebijakan yang begitu kontroversial,” tegasnya.

Praswad juga mengkritik sikap sejumlah pihak di dalam pemerintahan yang menurutnya berpotensi hanya ingin menyenangkan Presiden tanpa mempertimbangkan dampak kekecewaan publik. Ia memperingatkan bahwa pola semacam itu dapat melahirkan kebijakan yang koruptif dan tidak partisipatif.

“Tindakan para oknum di pemerintahan yang berupaya menyenangkan Presiden tanpa memberikan pertimbangan risiko kekecewaan publik menjadi persoalan serius. Pemerintah seharusnya belajar dari sejarah dan membaca penolakan massif terhadap pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto,” kata Praswad.

Ia menambahkan, penghargaan terhadap tokoh nasional seharusnya berangkat dari nilai integritas dan keberanian moral yang selaras dengan semangat reformasi, bukan dari romantisasi terhadap kekuasaan masa lalu.

“Bangsa ini tidak boleh lupa. Reformasi lahir dari semangat melawan korupsi. Mengangkat sosok yang justru menjadi simbol KKN sebagai pahlawan berarti mengkhianati semangat itu,” pungkasnya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini