Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Sitomorang menyebutkan Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (RI) ada beberapa pasal bermasalah.
Seperti UU KPK yang baru hasil revisi tersebut banyak pasal yang menimbulkan permasalahan dalam pemberantasan korupsi.
Diketahui, UU No 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan itu telah resmi diberlakukan menggantikan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
“Memang paradigma kita membuat UU itu banyak masalah. Cara kita bikin undang-undang, pasal-pasal yang bermasalah itu ya,” kata Saut dalam Dialog Publik dengan tema “Undang-undang Kejaksaan: Antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat di kawasan Rasuna, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).
Menurut Saut, ada partisipasi yang bermakna dari akademisi, masyarakat dan pemerhati hukum dalam penyusunan Revisi Undang-undang (RUU) Kejaksaan RI dan RUU KPK pada saat itu.
“Apa yang disebut sebagai meaningful participation, itu sudah terjadi ketika undang-undang KPK nomor 19 tahun 2019 dilakukan. How can you define to handle people to participate? Padahal terminologi meaningful participation itu penuh,” jelasnya.
Selain itu, adanya permasalahan di UU kejaksaan yang baru mengenai pemberantasan korupsi dari sisi transparan, akuntabel dan bebas dari kepentingan. Kemudian dalam pemberantasan korupsi harus benar-benar komitmen dengan anti korupsi.
“Masalahnya, ketika anda bicara pemberantasan korupsi, kata pertamanya itu adalah transparan. Baru kata keduanya akuntabel. Ketiga, bebas dari kepentingan,” tuturnya.
“Kemudian berikutnya, anda harus benar-benar commit dengan anti korupsi,” sambungnya.
Kendati demikian, kata Saut, ada pasal di UU Kejaksaan No 11 tahun 2021 sarat dengan konflik kepentingan dalam hal penegakan hukum. Bahkan penyidik dalam memanggil dan memeriksa pejabat harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Jaksa Agung RI.
“Conflict of interest nih, ya jelas dong. Pasal-pasal itu sangat nuansa conflict of interest itu,” jelasnya.
“Jadi kalau jelas, ada orang sebelum izin Jaksa agung nggak bisa melakukan pemeriksaan dan pengusutan kasus korupsi. Itu jauh dari prinsip yang disebutnya good corporate governance,” tegasnya.