Oleh: Faizal Assegaf (kritikus)
Anies dan rakyat tak dapat faedah apapun dari permainan politik kotor di Mahkamah Konstitusi. Hanya liku dongeng PDIP, Jokowi dan elite partai demi ambisi Gibran.
Elite bermental buaya serta pawang-pawangnya terlibat sirkus bersama para badut di MK. Di arena itu, sulit membedakan kepentingan oligarki, oli kotor dan oli bekas. Semuanya bersenyawa memperlicin ambisi dinasti Jokowi.
Baginda Rasul SAW menegaskan pesan yang kuat kepada kaum beriman dan berilmu: Perang terbesar adalah melawan hawa nafsu. Nasehat itu menuntun kita bertafakur agar tidak terjebak kebodohan dan kesombongan.
Mereka yang tenang, berpikir jernih dan penuh kesabaran adalah ciri kaum pejuang yang tangguh dan cerdas. Walau jumlahnya sedikit, namun bergerak secara efektif, substansial dan konstruktif melawan kezaliman.
Sebaliknya, anda boleh saja merasa sebagai pawang buaya. Tapi faktanya justru terjebak bersekutu dengan para politisi berhati buaya. Antara ucapan, pikiran dan tindakan tidak sejalan dengan perbuatan- inkonsistensi.
Di pusat kajian Partai Negoro, segala ihwal problem bernegara telah dipetakan secara matang. Pentingnya untuk membangun kekuatan ilmu pengatahuan dan tuntunan spiritual, agar segala tindakan tidak sia-sia.
Konsolidasi jejaring aktivis Partai Negoro tidak berbasis pada kekuatan massa, demo sporadis apalagi hanya bermodalkan kemarahan. Menghadapi kepungan kezaliman harus solid, visioner dan cerdas dalam memahami dinamika.
Sebab sudah banyak elemen gerakan terjebak euforia, gagal merekatkan potensi, terombang-ambing dan kalah. Kenyataan yang suram itu tentu tidak boleh terulang. Di Partai Negoro, gerakan politik terbarukan dihadirkan.
Rakyat punya banyak potensi yang tersedia, memiliki kekuatan yang sangat berlimpah. Namun sejauh ini telah diperbudak oleh intrik dan konspirasi elite partai yang berkuasa. Asbab itu, Partai Negoro hadir melakukan perlawanan.
Bangkit dan lawan kejahatan nepotisme…!