Finalisasi Raperda KTR: DKI Perketat Aturan CSR dan Beri Kewenangan PPNS untuk Penindakan

Intime – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta memasuki tahap finalisasi dan ditargetkan rampung pada Senin (29/9).

Setelah selesai, draf Raperda ini akan diserahkan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) untuk proses selanjutnya.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) KTR DPRD DKI Jakarta, Farah Savira, menyatakan pihaknya akan memaksimalkan sisa waktu pembahasan untuk menampung aspirasi sebelum draf diserahkan tepat waktu.

“Dua hari ini kita selesaikan. Hari ini fokus sampai pasal terakhir, lalu besok kita review untuk difinalisasi,” ujar Farah, Senin (29/9).

Farah menjelaskan, draf Raperda KTR saat ini memuat 26 pasal dalam 8 bab, namun jumlahnya masih mungkin bertambah menjadi 27 pasal, tergantung pada usulan tambahan pada bagian penutup.

Salah satu poin penting yang disoroti dalam pembahasan adalah perluasan kewenangan penegakan hukum. Raperda KTR akan memberikan kewenangan penegakan hukum tidak hanya kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), tetapi juga kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

“PPNS ini ada di beberapa SKPD, tapi tidak semua. Karena itu kami berikan ruang agar mereka bisa menelusuri dan menyampaikan informasi, yang kemudian ditindaklanjuti Satpol PP sebagai penegak hukum di lapangan,” papar Farah.

Selain itu, Raperda ini juga secara tegas mengatur soal pendanaan. Meskipun anggaran utama tetap berasal dari Pemprov DKI, Raperda ini membuka peluang pelibatan pihak swasta melalui program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR), tetapi dengan batasan yang ketat.

“Prinsipnya, kita tidak mau ada intervensi swasta dalam penegakan hukum. CSR hanya diperbolehkan untuk sosialisasi, pembinaan, atau dukungan non-teknis lainnya,” tegasnya.

Farah menambahkan, pengaturan CSR ini penting mengingat banyak perusahaan, termasuk dari industri tembakau, kerap menyalurkan CSR untuk sektor pendidikan, lingkungan, atau infrastruktur. Perda KTR ini hadir untuk membatasi dan memperjelas pertanggungjawaban pihak swasta agar program CSR tidak bertentangan dengan semangat pengendalian konsumsi rokok di ibu kota.

“Makanya perda ini hadir, untuk membatasi sekaligus memperjelas peran serta pertanggungjawaban pihak swasta. Aturan ini juga memastikan mereka tetap comply dengan semangat pengendalian rokok,” tutup Farah.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini