Intime – Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai masyarakat korban banjir di sejumlah wilayah di Pulau Sumatra masih sangat membutuhkan bantuan signifikan, baik berupa natura maupun dukungan finansial.
Menurutnya, kehadiran negara belum sepenuhnya mampu memulihkan kondisi warga terdampak, sehingga peran publik dan pihak swasta menjadi sangat krusial.
“Penggalangan dana publik memang sudah masif, baik dilakukan lembaga maupun tokoh masyarakat. Namun kebutuhan warga jauh lebih besar dari itu,” ujar Tulus kepada media, Senin (8/12).
Untuk mempercepat pemulihan, Tulus mengimbau perusahaan swasta maupun BUMN agar memprioritaskan alokasi program Corporate Social Responsibility (CSR) ke wilayah-wilayah bencana banjir di Sumatra.
Ia menegaskan, kewajiban CSR telah diatur dalam UU Perseroan Terbatas, yang mewajibkan perusahaan mengalokasikan sebagian laba bersih untuk program sosial.
Meski begitu, Tulus mengingatkan agar penyaluran CSR dilakukan secara etis dan tidak bercampur dengan kepentingan komersial. Ia menyebut, tidak sedikit perusahaan menjadikan CSR sebagai ajang promosi terselubung.
“CSR tidak boleh menjadi kedok iklan. Terlebih jika perusahaannya memproduksi barang yang harus diawasi secara ketat, seperti produk tembakau atau minuman berpemanis dalam kemasan,” tegasnya.
Tulus menilai praktik promosi di area bencana merupakan tindakan tidak etis dan berpotensi mengeksploitasi korban. Karena itu, ia meminta seluruh perusahaan yang terlibat untuk memastikan tidak menjadikan warga terdampak sebagai alat branding.
Lebih jauh, ia mendorong agar penyaluran CSR tidak hanya fokus pada bantuan pangan, obat-obatan, atau energi, tetapi juga diarahkan pada program berkelanjutan.
Banyak warga kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan, petani, hingga pelaku UMKM. Program yang bersifat produktif, menurutnya, akan membantu korban bangkit dari jerat bencana.
“Harapannya, CSR tidak hanya menyelesaikan kebutuhan darurat, tapi juga mengembalikan kemandirian ekonomi warga,” tutup Tulus.

