FSGI Minta Guru di Indonesia Bersikap Netral di Pemilu 2024

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta para guru apalagi yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib menjaga netralitas dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebab guru cukup memiliki pengaruh menjadi salah satu acuan para peserta didiknya dalam memilih siapa dalam Pemilu.

“Jangan menyampaikan pilihan politiknya di kelas, termasuk di media sosial karena akan menggiring peserta didiknya memilih paslon tertentu yang sama dengan pilihan gurunya,” ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo, Selasa (30/1/2024).

Oleh karena itu, FSGI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah wajib mengingatkan jajarannya dan para pendidik/tenaga pendidikan untuk menjaga netralitas dalam Pemilu. Akan lebih baik, para pejabat Dinas-dinas Pendidikan juga harus mencontohkan keteladanan atas netralitas ini.

Bagi FSGI, kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat sudah ada peristiwa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Kabid SMP Dinas Pendidikan kota Medan yang memberikan arahan kepada sejumlah orang dalam ruangan tertutup, yang berisi pengarahan Kepala Bidang (Kabid) SMP Dinas Pendidikan Kota Medan, Andy Yudhistira yang diduga cawe-cawe menyuruh para guru memilih paslon nomor urut 2 di Pemilu 2024. Aksi tersebut pun terekam dalam video yang viral di media sosial.

Dalam video tersebut, Kabid SMP memberikan arahan kepada sejumlah orang (diduga kepala sekolah/guru) dalam suatu ruangan tertutup. Pria tersebut menyebutkan bahwa saat ini Prabowo masih memiliki kekuasaan karena menjabat Menteri Pertahanan, sedangkan Gibran Rakabuming Raka adalah anak dari Presiden Joko Widodo.

Tidak hanya itu yang bersangkutan juga mengingatkan orang-orang yang hadir di ruangan itu bahwa Benny Sinomba yang menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan saat ini merupakan saudara dari Wali Kota Medan, Bobby Nasution.

Atas kejadian tersebut, FSGI mendorong Bawaslu Kota Medan bertindak tegas dan tidak pandang bulu, ada juga pernyataan Kabid tersebut yang terkesan mengintimidasi para guru yang dilakukan secara terang-terangan.

“Karena tindakan yang dilakukan Kabid SMP Dinas Pendidikan Kota Medan itu di duga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang bisa dijerat hukuman penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp12 juta,” tuturnya.

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Indonesia Terkini