Intime – Amnesty International Indonesia bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) mengecam keras keputusan pemerintahan Prabowo-Gibran yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto dan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo.
Mereka menilai langkah tersebut sebagai bentuk pemutarbalikan sejarah, pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi 1998, sekaligus penghinaan terhadap jutaan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa Orde Baru.
“Negara memiliki kewajiban utama untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi warganya. Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan Sarwo Edhie bertentangan dengan mandat konstitusi serta semangat keadilan reformasi,” ujar Amnesty dan AKSI dalam pernyataan tertulis, Selasa (11/11).
Menurut kedua lembaga itu, kejahatan yang terjadi sepanjang 32 tahun pemerintahan Soeharto tidak bisa dipandang sebagai “kesalahan” yang bisa dimaafkan, melainkan sebagai kejahatan serius terhadap kemanusiaan (most serious crimes) yang tak dapat diputihkan.
Mereka menyebut, pelanggaran HAM berat, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), pembungkaman pers, dan otoritarianisme menjadi ciri rezim Orde Baru yang justru berlawanan dengan nilai-nilai kepahlawanan.
Amnesty dan AKSI menilai keputusan Presiden Prabowo yang juga menantu Soeharto memperkuat kesan bahwa negara kini tunduk kembali pada kekuasaan feodal dan menindas. Mereka juga menyoroti dukungan dari Menteri AHY yang merupakan cucu Sarwo Edhie Wibowo, menyebutnya sarat konflik kepentingan dan nepotisme.
“Menobatkan Soeharto dan Sarwo Edhie sebagai pahlawan berarti menegasikan penderitaan korban pelanggaran HAM berat dan menormalisasi impunitas yang telah lama mengakar,” tegas pernyataan tersebut.
Kedua organisasi itu mengingatkan, selama rezim Soeharto berlangsung, berbagai kejahatan kemanusiaan terjadi, seperti pembantaian massal 1965–1966, penembakan misterius (Petrus) 1982–1985, tragedi Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, hingga penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi menjelang reformasi. Namun, hingga kini, tidak satu pun pelaku utama dimintai pertanggungjawaban hukum.
Amnesty dan AKSI juga menilai pemberian gelar ini merupakan bagian dari proyek sistematis penulisan ulang sejarah nasional yang berpotensi menghapus jejak kekerasan negara dan penderitaan korban.
Sebagai langkah tegas, mereka mendesak pemerintah membatalkan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan Sarwo Edhie, mengusut kasus pelanggaran HAM masa lalu, menolak manipulasi sejarah, serta menegakkan kembali cita-cita reformasi 1998: pemberantasan KKN, penegakan HAM, dan supremasi hukum.

