Intime – Majelis hakim menolak menolak nota keberatan alias eksepsi Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta tahun 2020–2024 Iwan Henry Wardhana di kasus korupsi pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif. Hakim menilai eksepsi Iwan sudah masuk materi pokok perkara.
“Keberatan yang diajukan seharusnya berkaitan dengan aspek formil dari perkara, khususnya mengenai keabsahan surat dakwaan dan hal-hal mendasarnya yang bersifat prosedural,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (8/7).
Majelis Hakim menyatakan berbagai keberatan tersebut tidak relevan diajukan Iwan dalam tahap eksepsi dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara pada Kamis (17/6) serta menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.
Hakim ketua menjelaskan bahwa apabila keberatan telah menyangkut kebenaran materiil perbuatan Iwan seperti penilaian atas fakta, tafsir atas peran terdakwa, atau perdebatan mengenai berbagai unsur tindak pidana, maka seluruhnya merupakan pokok perkara.
Ditambahkan bahwa pokok perkara hanya dapat dibuktikan dalam persidangan pemeriksaan dengan alat bukti yang sah menurut hukum, baik keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, maupun keterangan terdakwa sendiri.
“Kemudian baru lah akan diputuskan setelah seluruh alat bukti diperiksa dan diuji kebenarannya di persidangan,” ucap hakim ketua.
Selain Iwan, nota keberatan dua terdakwa lainnya dalam kasus tersebut, yakni Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2024 Mohamad Fairza Maulana serta pemilik penyelenggara acara (event organizer/EO) Gerai Production (GR PRO) Gatot Arif Rahmadi, juga ditolak.
Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun 2023, Iwan didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp36,32 miliar bersama-sama dengan Fairza dan Gatot.
Para terdakwa diduga menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar yang dipinjam identitasnya alias fiktif dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran sebenarnya (markup).
Dari perbuatan itu, Iwan disebut menikmati uang haram sebesar Rp16,2 miliar, Fairza Rp1,44 miliar, serta Gatot Rp15,2 miliar.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.