Oleh Achmad Nur Hidayat Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
Banyak analis yang mengulas bahwa Penahanan Johhny G Plate juga artinya memberikan sinyal kepada para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar senantiasa tunduk dan patuh pada kepentingan istana. Khususnya, soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Bila Nasdem, partai pendukung pertama dan utama pemerintahan Jokowi sejak 2014 dapat dihukum sedemikan rupa, apalagi partai yang baru merapat kepada kekuasaaan pada periode kedua.
Pesan ini ditujukan khususnya kepada Gerindra, Golkar, dan PKB yang sering bergerilya menemui kelompok oposisi baik Nasdem, Demokrat, dan PKS.
Pesan yang dilakukan istana tersebut menunjukkan Presiden adalah seorang leader yang memiliki keberanian memaksa, dirinya adalah sosok independen yang tidak mau tunduk kepada siapapun kecuali kemauannya dituruti.
Kemauan Presiden sebagaimana yang dibongkar oleh Denny Indrayana, lawyer dan mantan Wamenkumham adalah menjadikan Anies Baswedan tidak punya kesempatan untuk running calon Presiden.
Kemauan tersebut bersifat subjektif dan kemauan itu adalah ancaman demokrasi. Seolah suara Presiden lebih hebat dan lebih kuasa daripada suara rakyat.
Perasaan sangat berkuasa dalam diri Presiden tersebut muncul setelah running mate periode kedua kontenstasi Capres 2019, Bapak Prabowo Subianto masuk ke kabinetnya.
Bila pada periode pertama, Presiden sering meminta nasehat dari Surya Paloh dan Nasdem. Selanjutnya, situasinya berbeda nasdem atau siapa pun yang bertentangan dengan kemauan Presiden dapat berujung dengan kehilangan jabatan pemerintahan dan berujung dengan penahanan di Hotel Predeo.
Situasi periode kedua ini menunjukkan, kendali pemerintahan sudah sepenuhnya dikendalikan oleh Sang Presiden. Kemauan istana harus dituruti bila tidak lihat lah Nasdem.
Seruan bersatu meluruskan gaya kepemimpinan nasional saat ini
Kondisi seperti ini mengingatkan kita saat rezim orde baru mencapai puncak kekuasaannya, dimana semua yang melawan kemauan Presiden mengalami kriminalisasi dan pembungkaman baik halus maupun kasar.
Perilaku tersebut menjadi ancaman demokrasi Indonesia. Apakah, kemudian bila Presiden berkehendak Anies Baswedan atau tokoh lainnya tidak boleh menjadi calon presiden maka kemauannya itu harus diikuti karena semua orang takut kepada kekuasaan Istana.
Bila narasi ini yang terjadi, maka seluruh komponen bangsa baik dikalangan oposisi dan pendukung di pemerintah harus bersatu untuk meluruskan model kepemimpinan yang hanya melayani kemauan Presiden. Padahal, demokrasi sejati adalah kepemimpinan bukan berdasar maunya Presiden, namun harus berdasarkan maunya rakyat Indonesia.
END